Subscribe Us

Selamat Datang Di Dharmaduta Inspiratif : https://www.damaduta.net

Jaman Kerajaan Sailendra

Informasi mengenai keadaan Agama Buddha pada masa Kerajaan Sailendra. Mengenai Sailendra, ada beberapa teori. Sebagaimana, Majumdar dan Nilakanta Sastri mengatakan bahwa Sailendra adalah orang India yang datang langsung ke tanah Jawa. Sekalipun begitu, keduanya berbeda pendapat dalam hal dari India bagian mana Sailendra berasal. Majumdar menghubungkan Sailendra dengan raja Sailodbhawa dari Kalingga di sebelah barat daya india, sementara Nilakanta Sastri menghubungkan Sailendra dengan wangsa Pandya di India Selatan. Namun di pihak lain, Przyluski dan Coedes menyatakan bahwa Sailendra adalah asli orang Jawa.

Teori lain mengatakan bahwa Sailendra berasal dari keturunan raja Funan. Hal ini berdasarkan prasasti yang ditemukan di Cina dan Vietnam. Kerajaan Funan mengalami kehancuran oleh serangan musuh dan keturunannya kemudian bangkit kembali serta menuntut kekuasaan politik dan teritorialnya kembali. Persoalannya, mengapa orang Funan menuntut kekuasaan kembali di tanah Jawa? Oleh karena itu, Coedes tidak bisa lain untuk menyimpulkan bahwa Sailendra adalah asli orang Jawa.

Kemudian ditemukan prasasti Sanskerta di candi Siva di Canggal, sebelah tenggara Borobudur. Pada prasasti tersebut terdapat serangkaian daftar raja-raja di mana nama setelah Sanjaya kemu-dian diikuti oleh nama Pancapana Panangkaran pada tahun 778. Sedangkan Pancapana Panang-karan sendiri digambarkan sebagai Sailendra pada prasasti Kalasan, sebelah timur Yogya-karta.

Akan tetapi yang jelas harus diingat lagi adalah bahwa, pertama, Sanjaya bukanlah Sailendra; kedua, dalam sejarah diketahui bahwa Sanjaya adalah raja yang beragama Hindu sedangkan Sailendra dikenal beragama Buddha. Oleh karena itu, kemungkinannya adalah bahwa Pancapana Panangkaran identik dengan Sailendra seperti yang terdapat dalam prasasti candi Kalasan sedangkan Sanjaya adalah raja Hindu yang mendirikan candi Siva di Canggal tersebut. Ada pun hubungan antara Pancapana dengan Sanjaya bukanlah hubungan darah atau pun tahta kekuasaan, melainkan dua orang raja yang masing-masing sebagai penguasa dari kerajaan-kerajaan yang berbeda yang terdapat di Jawa Tengah sebagaimana yang diisyaratkan dalam prasasti Balitung. Dengan demikian maka dapat ditambahkan bahwa Pancapana adalah raja Sailendra yang pertama yang mendesak Sanjaya sehingga Sanjaya lari ke Jawa Timur.

Pada masa Sailendra inilah agama Buddha mengalami perkembangan yang sangat pesat di pulau Jawa khususnya dan mencapai puncak kejayaannya yang terkenal dalam sejarah kebudayaan Indonesia. Secara historis, terdapat banyak warisan kebudayaan peninggalan dari masa Sailendra, baik berupa bangunan-bangunan yang monumental seperti candi-candi, dan candi Borobudur adalah salah satu peninggalan bersejarah yang sangat populer yang secara historis didirikan pada masa wangsa Sailendra.

Kejayaan dinasti Sailendra tampaknya mulai tergeser oleh adanya kebangkitan kembali agama Hindu-Siva pada abad IX Masehi. Hal ini didasarkan pada prasasti Prambanan tahun 863 - yang menunjukkan daftar raja-raja yang bukan lagi wangsa Sailendra- dan laporan-laporan orangorang Cina yang mulai tahun 820 menyebut-nyebut Cho-p'o (identik dengan 'Jawa' yang Hindu dalam laporan-laporan yang berasal dari abad V), serta berita tentang kembalinya seorang putri ke Jawa Tengah yang ditafsirkan sebagai kembalinya keturunan Sanjaya ke Jawa Tengah setelah tersingkir ke Jawa Timur oleh kekuasaan Sailendra.

Setelah dinasti Sailendra lenyap dari bumi Jawa dan kemudian diketahui muncul kembali di Sriwijaya Sumatra, kerajaan-kerajaan Hindu Jawa memperlihatkan kecenderungan ke arah 'sinkritisme' antara agama Hindu dan Buddha.

Hal ini terlihat dalam patung-patung raja-raja yang selalu diabadikan bukan saja dalam bentuk patung Siva tetapi juga patung-patung Buddha. Dalam bidang kepercayaan lahir konsep Siva Buddha yang menganggap bahwa Buddha maupun Siva adalah 'Pengertian Tertinggi yang tunggal', sedangkan dalam bidang sosial lahir konsep Bhinneka Tunggal Ika dalam kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang menjadi landasan kerukunan hidup beragama pada waktu itu bahwa apa pun agamanya tetapi tetap menuju Yang Satu.

Kerajaan-kerajaan Hindu yang datang silih berganti pada abad-abad pertengahan sampai dengan runtuhnya Majapahit sebagai kerajaan Hindu tersakhir memperlihatkan bahwa pergeseran dan perebutan kekuasaan terjadi bukan lagi karena keyakinan agama, melainkan karena kekuasaan semata. Oleh karena itu dengan runtuhnya Majapahit maka otomatis lenyap pula dominasi agama Hindu dan agama Buddha masa klasik.

Sumber Bacaan 
Sholeh, K. (2017). Prasasti Talang Tuo peninggalan Kerajaan Sailendra sebagai materi ajar sejarah Indonesia di sekolah menengah atas. HISTORIA : Program Studi Pendidikan Sejarah.
Yenrizal, Y. (2018). Makna lingkungan hidup di masa Sailendra: Analisis Isi pada Prasasti Talang Tuwo. Jurnal ASPIKOM, 3(5), 833–845. https://doi.org/10.24329/aspikom.v3i5.302
Rezeki, W. (2020). Pembangunan pada masa Kedatukan Sailendra. Khazanah: Sejarah Dan Kebudayaan Nosantara.