Dalam Dhammapada Atthakatha dikisahkan. Suatu saat, ketika Sang Buddha dan para pengikutnya sedang dalam perjalanan ke Baranasi mereka tiba di sebuah tanah lapang di mana terdapat sebuah stupa suci. Tidak jauh dari kuil tersebut, seorang brahmana sedang membajak ladang, melihat sang brahmana, Sang Buddha memanggilnya.
Ketika ia tiba, sang brahmana memberi penghormatan kepada stupa tersebut tetapi bukan kepada Sang Buddha.
Kepadanya Sang Buddha berkata, "Brahmana, dengan memberikan penghormatan kepada stupa tersebut engkau telah melakukan sebuah perbuatan yang terpuji".
Hal itu membuat sang brahmana gembira. Setelah membuat keadaan batinnya tenang, Sang Buddha dengan kemampuan batin luar biasa-Nya, memunculkan stupa emas Buddha Kassapa dan membuatnya tetap tampak di langit. Kemudian Sang Buddha menjelaskan kepada sang brahmana dan para bhikkhu yang hadir bahwa terdapat empat golongan orang yang patut dibuatkan stupa.
Mereka adalah: Para Buddha (Tathagata) yang patut dihormati dan telah mencapai Penerangan Sempurna dengan usahanya sendiri. Para Paccekabuddha, Para Murid-murid Ariya, dan Raja Dunia.
Beliau juga mengatakan kepada mereka tentang tiga macam stupa yang patut dibangun untuk menghormati empat golongan orang itu. Stupa-stupa tempat di mana relik sisa-sisa jasmani disimpan, dikenal dengan nama Sariradhatu-cetiya; stupa-stupa dan bentuk-bentuk yang dibuat menyerupai orang-orang tersebut di atas, dikenal dengan nama Uddissa-cetiya; dan stupa-stupa tempat menyimpan barang-barang seperti jubah, mangkuk, dan lain sebagainya dikenal dengan nama Paribhoga-cetiya. Pohon Bodhi juga termasuk dalam Paribhoga-cetiya. Sang Buddha menekankan pentingnya memberi penghormatan kepada mereka yang patut dihormati.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 195 dan 196 berikut ini:
Ia yang menghormati mereka yang patut dihormati, yakni Para Buddha atau siswa-siswa-Nya yang telah dapat mengatasi rintangan-rintangan, akan bebas dari kesedihan dan ratap tangis.
Ia yang menghormati orang-orang suci yang telah menemukan kedamaian dan telah bebas dari ketakutan; maka jasa perbuatannya tak dapat diukur dengan ukuran apapun.
Sang brahmana mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
Stupa Buddha Kassapa masih dengan jelas tertampak lebih dari tujuh hari, dan masyarakat tetap berdatangan ke stupa tersebut untuk memberikan penghormatan dan bersujud. Pada akhir hari ke tujuh, seperti yang telah dikatakan oleh Sang Buddha, stupa tersebut menghilang, dan di tempat di mana stupa tersebut tertampak dengan kekuatan batin, muncul keajaiban berupa sebuah stupa batu yang besar.
***