Pikiran, sebagai salah satu fenomena eksistensial manusia,
menjiwai kehidupan dan perbuatan manusia, serta mempersatukan manusia dengan
dunia dan sesamanya dalam sebuah tatanan sosial yang beradab.
Pikiran, bukan hanya merupakan sebuah hasil berpikir yang bersifat statis, tetapi juga merupakan sebuah proses yang penuh dinamika perubahan dan perkembangan secara terus-menerus. Oleh karena itu, kita sering membedakan pikiran berdasarkan dua sisi, yaitu; sisi materi dan sisi rohani. Bagi mereka yang memandang pikiran dari sisi materi, pikiran adalah sebuah bentuk energi material yang sedang bergerak, sementara bagi mereka yang memandang pikiran dari sisi rohani melihat pikiran sebagai aktivitas non material yang terus mendorong aktivitas-aktivitas mental dalam rangka mengkritisi, memprediksi, dan mengambil keputusan-keputusan bijak.
Pikiran juga dapat mendorong dan mengembangkan niat, semangat keingintahuan ini biasa kita dengar dalam dunia
kelimuan. Melalui pemikiran, mengembangkan semangat ingin
tahu dan mau membuktikan. Sehingga mampu menyingkap keberadaan,
bukan sekedar sebagai fakta tetapi sampai dengan dinamika persoalannya, yang harus
dipecahkan masalahnya sehingga manusia
mampu menciptakan aneka hasil pemikiran.
Oleh karena itu, pikiran
mendorong manusia untuk mengetahui dan menghasilkan berbagai turunan
pengetahuan atau ilmu, yang seakan tidak berkesudahan, berintikan pada
penilaian mengenai manusia dan kemampuan di tengah alam kehidupan secara nyata. Pikiranlah yang membuat manusia menjadi makhluk yang
bertanggungjawab atas
segala hal yang dilakukan. Manusia diarahkan oleh pikirannya
untuk memahami, menilai, dan menyiasati semua kondisi agar ia bermartabat. Manusia dengan pikirannya mampu melakukan transendensi terhadap realitas seperti apa
adanya dan menuju kepada kemungkinan-kemungkinan yang terbayang melalui
pengamatan terhadap realitas yang dialaminya.
Dalam agama Buddha, pikiran harus dikendalikan agar menghasilkan kebermanfaatan. Karena sebagaimana Dhammapada Bab III Citta Vagga Syair 33 dan 36 : Pikiran itu mudah goyah dan tidak tetap; pikiran susah dikuasai. Orang bijaksana meluruskannya bagaikan seorang pembuat panah meluruskan anak panah. Pikiran sangat sulit untuk dilihat, amat lembut dan halus; pikiran bergerak sesuka hatinya. Orang bijaksana selalu menjaga pikirannya, seseorang yang menjaga pikirannya akan berbahagia. Artinya Buddha mengajarkan, pikiran itu harus dikendalikan agar membawa kebahagiaan bagi pemiliknya. Jadi apabila dapat mengendalikan pikiran maka kebahagian adalah yang diperoleh.