Sebagaimana Kisah Devadatta, suatu ketika kedua murid utama Sang Buddha : Yang Ariya Sariputta dan Yang Ariya Maha Moggallana, pergi dari Savatthi menuju Rajagaha. Di sana, orang-orang Rajagaha mengundang mereka, bersama seribu pengikut mereka, untuk menerima makan pagi.
Pada kesempatan itu seseorang menyerahkan
selembar kain, berharga mahal, kepada penyelenggara upacara untuk didanakan.
Dia mengharapkan mereka mengatur dan menggunakan pemberiannya untuk upacara
itu. Kalau masih terdapat kelebihan, diberikan kepada siapa saja dari para
bhikkhu yang dianggap layak. Hal itu juga terjadi jika tidak terdapat
kekurangan maka kain tersebut akan diberikan pada salah satu dari para Thera.
Karena kedua murid utama mengunjungi Rajagaha hanya pada saat-saat tertentu,
maka kain itu akan diberikan pada Devadatta, yang tinggal menetap di Rajagaha.
Devadatta segera membuat kain itu menjadi
jubah-jubah dan dengan bangga ia memakainya. Kemudian seorang bhikkhu yang
dapat dipercaya dari Rajagaha datang ke Savatthi memberi hormat kepada Sang
Buddha, dan menceritakan kepadanya tentang Devadatta dan jubah yang terbuat
dari kain berharga mahal.
Sang Buddha berkata bahwa kejadian itu bukan
yang pertama kali, Devadatta telah memakai jubah-jubah yang tidak patut
diterimanya. Sang Buddha kemudian menghubungkannya dengan kisah berikut ini.
Devadatta pernah menjadi pemburu gajah pada
salah satu kehidupannya yang lampau. Pada waktu itu, dalam hutan tertentu,
terdapat sekelompok besar gajah. Suatu hari, sang pemburu memperhatikan
gajah-gajah ini berlutut kepada Paccekabuddha. Setelah mengamatinya, sang
pemburu mencuri bagian paling atas dari jubah kuning, lalu menutupi badannya
dan memegangnya. Kemudian dengan memegang tombak pada tangannya, dia menunggu
gajah-gajah pada jalur yang biasa dilewati. Gajah-gajah datang dan
menganggapnya seorang Paccekabuddha, gajah-gajah itu berlutut dengan
membungkukkan badan untuk memberi hormat. Mereka dengan mudah menjadi mangsa
bagi sang pemburu. Ia bunuh gajah-gajah pada barisan terakhir satu persatu
setiap harinya, dan hal itu dilakukannya hingga berhari-hari.
Sang Bodhisatta (Calon Buddha) adalah pemimpin
dari kawanan gajah itu, saat mengetahui kekurangan jumlah pengikutnya, dia
memutuskan untuk menyelidiki dan mengikuti kawanannya pada akhir dari barisan.
Dia telah berjaga-jaga dan oleh karena itu dapat menghindari tombak. Dia
menangkap sang pemburu dengan belalainya dan melemparkan pemburu itu ke tanah.
Melihat jubah kuning, dia berhenti dan menyelamatkan hidup sang pemburu.
Sang pemburu tidak berhasil membunuh dengan
menggunakan tipuan jubah kuning dan perilaku seperti itu adalah perbuatan
buruk. Sang pemburu jelas tidak berhak memakai jubah kuning. Kemudian Sang
Buddha membabarkan syair 9 dan 10 berikut ini:
Barang siapa belum bebas dari
kekotoran-kekotoran batin, yang tidak memiliki pengendalian diri serta tidak
mengerti kebenaran, sesungguhnya tidak patut ia mengenakan jubah kuning.
(Dhammapada BAB I Yamaka Vagga Syair 9)
Tetapi, ia yang telah dapat membuang
kekotoran-kekotoran batin, teguh dalam kesusilaan, memiliki pengendalian diri
serta mengerti kebanaran, maka sesungguhnya ia patut mengenakan jubah kuning.
(Dhammapada BAB I Yamaka Vagga Syair 10)
Banyak yang masih belum bisa mengetahui akan
kondisi diri sendiri, tanpa pengendalian diri yang baik dan bahkan tidak
mengerti apa itu ajaran Sejati. Bukan seorang bijaksana, tetapi mengganggap
dirinya seorang bijaksana. Tidak jarang pula masih banyak berpura-pura menjadi
yang suci hanya untuk kepentingan pribadi. Begitu juga, Seorang bijaksana tidak
mencerminkan diri sebagai seorang bijaksana, tidak mengerti dan tidak mau
menjalankan tugasnya dengan baik.
Bukan berarti telah menganggap diri sendiri
lebih hebat dari yang lain. Atau sebaliknya tidak merasa menganggap diri
sendiri lebih baik dari yang lainnya.
- Marilah belajar memiliki pengendalian diri yang benar, sehingga tidak salah dalam memilih jalan kehidupan
- Marilah belajar tahu hakikat diri sendiri, jangan hanya kepentingan sesaat melupakan hukum karma
- Marilah belajar Dharma dengan baik dan bijaksana sehingga akan memiliki kecerdasan dalam berpikir, bersikap dan berbuat
- Marilah belajar mengurangi sifat ego, merasa lebih hebat dan pintar, karena hal ini akan menghalangi latihan sprititual.
Dalam Karaniya Metta Sutta bait
kedua yaitu : berpengendalian diri dengan merasa puas atas yang dimiliki, mudah
dirawat, tidak repot, bersahaja hidupnya, indria tenang, penuh pertimbangan,
dan sopan. Inilah cara terbaik yang ditunjukkan Sang Buddha untuk hidup
berpengendalian diri. Dengan kita hidup penuh pengendalian diri melalui
kemoralan, kesadaran, pandangan terang, kesabaran, semangat, merasa puas atas
yang dimiliki, maka akan tercapai kebahagiaan, kesejahteraan, kedamaian, dan
keharmonisan hidup bersama. Orang yang hidupnya penuh semangat, selalu sadar,
murni dalam perbuatan, memiliki pengendalian diri, hidup sesuai dengan Dhamma
dan selalu waspada maka kebahagiaan akan bertambah. Inilah manfaat pengedalian
diri yang sesungguhnya.
Di dalam Visuddhimagga ada lima
cara untuk pengendalian diri yang diuraikan Sang Buddha, yaitu :
- Pengendalian diri melalui kemoralan (sīla-saṁvara). Dengan mempraktikkan moralitas atau pañcasīla ini dengan sungguh-sungguh, dapat dipastikan akan mendapatkan manfaat kehidupan yang penuh kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian karena terkendali moralnya atau silanya.
- Pengendalian diri melalui kesadaran sati-saṁvara. Sadar sebelum dan sewaktu berpikir, berbicara, dan berbuat, tidak lengah. Ini adalah segi lain dari pengendalian diri melalui kesadaran. Dengan melaksanakan cara yang kedua ini, dapat dipastikan akan mendapatkan manfaat kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian sebagai akibat darai pengendalian diri melalui kesadaran sati-saṁvara.
- Pengendalian diri melalui pandangan terang ñana-saṁvara. Dalam hal ini kita merenungkan hidup dan kehidupan dengan sebagaimana adanya. Menggunakan atau menempatkan pandangan benar yang telah dimiliki sewaktu menghadapi persoalan-persoalan adalah arti dari bentuk pengendalian diri. Dengan melaksanakan cara yang ketiga ini, dapat dipastikan akan tercapainya kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian.
- Pengendalian diri melalui kesabaran khanti-saṁvara. Dalam hal ini kita memiliki dan mempertahankan kesabaran pada saat menghadapi berbagai kondisi, inilah dimaksud dengan pengendalian diri melalui kesabaran. Manfaatnya adalah akan tercapainya kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian.
- Pengendalian diri melalui usaha atau semangat (viriya-saṁvara). Dalam hal ini kita hidup penuh dengan pengendalian diri melalui usaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran jahat. Dengan melaksanakan cara yang kelima ini, dapat dipastikan akan tercapainya kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian.
Dari beberapa sumber di atas dapat disimpulkan
bahwa manfaat pengendalian diri adalah tercapainya kebahagiaan, kesejahteraan,
dan kedamaian. Karena belajar memiliki pengendalian diri yang benar, tidak
salah dalam memilih jalan kehidupan, belajar tahu hakikat diri sendiri, ingat
hukum karma, memiliki kecerdasan dalam berpikir, bersikap dan berbuat, dan
tidak merasa lebih hebat dan pintar. Karena teguh.
Dengan pengendalian diri kita akan menjadi orang
yang sabar, tidak mudah terpancing dalam emosi dll. Kita akan mudah bergaul
karena kita orangnya baik. kita dapat terhidar dari pikiran kita yang negatif.