Berdana disebut juga dengan memberi, tetapi dana ini tidak cukup disebut sebagai pemberian saja. Dana dalam agama Buddha adalah memberi dengan tulus, ikhlas tanpa mengharapkan balasan atau imbalan, dan memberi tanpa ada maksud lain. Dengan melepaskan apa yang telah kita miliki, baik itu berupa uang atau barang, tenaga atau pemikiran. Inilah cara memberi atau berdana dalam agama Buddha. Contoh kita memberikan pemikiaran kepada orang yang membutuhkan bukan dengan tujuan agar dinilai kita pintar, disegani atau membangun relasi tetapi itu dilakukan dengan tulus tanpa mengharapkan apapun. Karena sebenarnya tanpa kita harapkan, harapan itu akan terjadi dan datang dengan sendirinya. Namun, kenyataan pada umumnya justru sebaliknya yaitu memberi dengan penuh harapan untuk dibalas dan mendapatkan imbalan bahkan terkadang memberi ada maksud tertentu. Oleh karena itu, perlu dasar pemikiran dan pengetahuan tentang berdana sebelum melakukan Dana. Dasar pemikiran yang perlu dibangun adalah diantaranya terdapat dalam Khuddhaka Nikaya, Udana 40 dan Samuddaka Sutta Samyutta Nikaya 11.10 (S 1.227).
Sebagaimana dasar pemikiran dalam Khuddhaka Nikaya, Udana 40 “Dengan adanya ini, terjadilah itu. Dengan timbulnya ini, timbulah itu. Dengan tidak adanya ini, maka tidak ada itu. Dengan lenyapnya ini, maka lenyaplah itu”. Itulah hukum sebab akibat yang berarti apabila kita melakukan sebab maka akibat akan kita terima. Hukum sebab-musabab yang saling bergantungan ini merupakan salah satu ajaran yang terpenting dalam Buddha Sasana. Karena, suatu ajaran yang menyatakan adanya sebab-musabab yang terjadi dalam kehidupan semua makhluk, termasuk manusia. Artinya apabila kita melakukan pemberian dalam bentuk apapun itu akan dengan sedirinya memberikan akibat baik kepada kita.
Dasar pemikiran yang kedua, sebagaimana terdapat dalam Samuddaka Sutta; Samyutta Nikaya 11.10 {S 1.227} "Sesuai dengan benih yang di tabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula. Taburlah biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya". Hukum ini adalah salah satu bagian dari ajaran Sang Buddha yang dikenal dengan Hukum Karma yang berarti apapun yang kita lakukan akan membuahkan hasil sesuai yang kita perbuat atau danakan kepada orang lain, baik bagi yang mempercayai maupun yang tidak mempercayai adanya hukum ini, ia tetap akan menerima hukum yang sifatnya universal ini. Jadi prinsip sejatinya berdana itu dari kita, oleh kita dan untuk diri kita sendiri.
Pengetahuan yang harus dimiliki sebelum berdana adalah mengetahui (1) macam-macam dana, (2) manfaat berdana, (3) empat tingkat manfaat berdana, (4) lima cara berdana, (5) berdana harus berdasarkan cetana yang baik, (6) Tiga keadaan barang yang dapat didanakan.
v Macam-macam Dana
Berdana merupakan perbuatan yang paling mudah dilakukan karena bukan hanya dengan satu cara saja untuk melakukannya. Tidak hanya berbentuk uang atau materi, tetapi bisa berbentuk tenaga atau berbentuk nasihat, dan sebagainya. Berdasarkan macamnya ada empat bentuk dana yang bisa kita lakukan, yaitu:
(1) Amisa Dana yaitu dana materi yang kita miliki seperti: pakaian, makanan, air minum, obat, tempat tinggal, bunga, lilin, dan dupa.
(2) Paricaya Dana yaitu dana dalam bentuk tenaga.
(3) Abhaya Dana yaitu dana dalam bentuk memaafkan, tidak menyakiti makhluk lain, rasa nyaman dan menyelamatkan kehidupan makhluk lain.
(4) Dhamma Dana Yaitu dana dalam bentuk ajaran dimana menunjukan jalan kebenaran dan orang yang telah ditunjukan mengikuti jalan kebenaran itu sendiri. Atau bisa juga seperti dengan cara ceramah, cetak buku dhamma, cetak vcd atau dvd dhamma dengan harapan bagi orang yang mendengar atau membaca mengikuti jalan yang telah ditunjukan. Berdasarkan keempat bentuk dana tersebut, Dhamma Dana adalah bentuk dana yang tertinggi.
v Manfaat Berdana, Dalam Aṅguttara Nikāya V.31 dijelaskan ada empat manfaat berdana, yaitu: Pertama, mendapat keelokan, keelokan merupakan hal yang sangat didambakan oleh setiap orang. Siapa yang tidak ingin tampil elok, pasti semua orang menginginkanya. Keelokan dalam Buddhism dibagi menjadi 2 yaitu jasmani dan spiritual. Keelokan secara jasmani meliputi keindahan yang bersifat fisik dan dapat dilihat kasat mata seperti kecantikan, ketampanan, bentuk tubuh yang ideal dan lainnya. Semua orang pasti menginginkan hal tersebut dalam hidupnya. Sedangkan keelokan yang bersifat spiritual merupakan keindahan yang ada di dalam pribadi orang masing-masing. Keindahan spiritual adalah keindahan dalam tingkah laku atau moral, spritual dan batiniah karena mengacu pada Paramatha Sacca. Keelokan untuk dapat terbebas dari lingkaran samsara dan mencapai nibbāna. Keindahan moral ada di dalam kehidupan para Bhikkhu atau pabbajita yang menjalankan hidup sesuai dengan sīla, tetapi umat awampun juga bisa memiliki keindahan spiritual jika menjalankan sīla dengan baik dan banyak melakukan perbuatan bajik seperti berdana.
Kedua, kebahagiaan. Bahagia dalam situasi apa pun, inilah yang senantiasa dikejar oleh manusia. Manusia ingin hidup bahagia, tenang, tenteram, damai, dan sejahtera. Dengan harta kekayaan yang dimiliki, kemudian melakukan berdana terutama kepada para arya maka kebahagiaan akan bertambah. Berdana itu sama saja melepas tetapi bukan sekedar melepas namun melepas untuk ditanam. Berdana kepada para anggota Saṅgha sama dengan menanam di ladang yang subur. Jika menanam di ladang yang subur maka buahnya akan berlipat dan mendatangkan kebahagiaan yang berlipat pula.
Ketiaga, kemashuran. Berdana merupakan latihan untuk membiasakan diri bersikap murah hati. Seseorang yang murah hati bukan hanya disenangi, tetapi juga dikagumi banyak orang termasuk para bijaksana. Para bijaksana adalah orang yang tahu benar dan salah, baik dan buruk, mereka tentu akan berasosiasi dengan yang baik. kemudian reputasi kebaikannya akan tersebar luas dan menimbulkan kepercayaan diri yang kuat. Orang yang percaya diri akan mudah berasosiasi dengan siapapun.
Keempat, kekuatan. Sebesar apapun dāna yang telah dilakukan tetapi jika dalam pemberianya tidak mengunakan hati yang penuh keikhlasan, maka apa yang telah dilakukan tidak akan membuahkan kamma dan menjadi ahosikamma atau kamma mandul yang tidak membuahkan akibat. Oleh karena, itu dalam berdana marilah dilakukan dengan penuh keikhlasan agar nantinya membuahkan hasil di kehidupan mendatang.
Semua ini dapat dicapai jika dalam berdana menggunakan cara yang benar dan tepat. Pertama adanya niat baik antara pendana dengan penerima tanpa mempedulikan apakah benda yang didanakan besar atau kecil. Kedua, barang yang didanakan hendaknya diperoleh dengan cara benar Vatthu. Tiga, penerima dana hendaknya orang yang mempunyai moral yang baik Puggala.
v Menurut tingkatan manfaatnya, maka suatu dana dapat kita bedakan menjadi empat bagian, yaitu: Pertama, Pemberian yang besar dengan manfaat yang kecil. Contohnya dalam hal ini yaitu orang-orang yang membunuh binatang untuk dikorbankan kapada para dewa dengan disertai perayaan yang besar dan segala macam upacara persembahyangan. Hal ini memerlukan biaya yang besar tetapi pahala atau kebaikan untuk mereka yang melaksanakan sangatlah sedikit. Kedua, Pemberian yang kecil dengan manfaat yang kecil. Contohnya dalam hal ini yaitu seorang yang kaya tetapi Ia sangat kikir sehingga tidak mau berdana dengan banyak (padahal dia mampu) dan setulus hati. Ketiga, Pemberian yang kecil dengan manfaat yang besar. Contohnya dalam hal ini yaitu seorang yang miskin yang memberikan dananya dengan jumlah yang sedikit (karena batas kemampuannya memang hanya sampai di situ) tetapi dia berdana dengan tulus hati dan tanpa pamrih. Empat, Pemberian yang besar dengan manfaat yang juga besar. Contohnya yaitu seorang hartawan yang mendanakan sebagian hartanya guna kepentingan orang banyak, misalnya dengan mendirikan vihara, panti asuhan dan sebaginya yang semuanya itu dilakukan dengan hati yang tulus dan pamrih.
v Lima cara berdana. Pertama, Sakkaccam dānaṃ deti : dāna harus diberikan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga orang yang diberi tidak merasa dihina, dikecilkan atau tersinggung. Kedua, Cittikatva Dānaṃ Deti : dāna harus diberikan dengan pertimbangan yang sesuai dan dengan rasa hormat. Hanya bila sesuatu diberikan dengan kehangatan seperti itulah muncul keramahan yang saling memperkaya dan mempersatukan pendana dengan penerima. Ketiga, Sahattha Deti : dāna yang dilakukan dengan tangan sendiri. Keterlibatan dalam berdana sangatlah bermanfaat. Ini meningkatkan hubungan antara pemberi dan penerima. Keempat, Na Apaviddham Deti : orang seharusnya tidak memberikan dāna apa yang tak cocok. Orang harus berhati-hati dalam memberikan apa yang berguna dan sesuai. Kelima, Na Anagamanaditthiko Deti : orang seharusnya tidak memberikan dengan cara yang sembarangan sehingga membuat si penerima merasa tidak ingin datang lagi.
Kelima cara tersebut merupakan cara yang tepat dan baik untuk melakukan dāna, terutama kepada para arya anggota saṅgha. Meskipun terdapat lima cara tetapi yang perlu diingat adalah dāna harus dilakukan dengan penuh keikhlasan dan keyakinan (saddhaya deti) agar apa yang telah dilakukan membuahkan karma baik dan membuahkan jasa-jasa kebajikan yang nantinya bisa berguna untuk kehidupan saat ini maupun untuk kehidupan yang akan datang.
v Berdana harus dengan kehendak (Cetananya) baik, bukan sekedar untuk formalitas, pamer, mencari nama, promosi, dan sebagainya. Kehendak baik ini terbagi menjadi tiga, yaitu: Pertama, Sebelum berdana, seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh ketulusan, dengan berpikir saya akan menanam kebaikan sebagai sebab kekayaan bahwa melakukan kebaikan akan membuahkan hasil kebaikan juga. Kedua, Sewaktu berdana, seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh keyakinan dengan berpikir saya menanam kebaikan sebagai sebab kekayaan bahwa melakukan kebaikan akan membuahkan hasil kebaikan. Ketiga, Setelah berdana, seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh keiklasan dan kepuasan, dengan berpikir saya telah melakukan kebajikan yang dipujikan oleh para bijaksana semoga semua makhluk berbahagia.
v Menurut mutu barang yang didanakan dapat dibedakan menjadi 3 bagian, sebagai berikut: Pertama, Berdana barang bekas, banyak barang bekas yang sudah kita tidak pakai lagi, ini dapat kita berikan kepada orang lain yang membutuhkannya. Tetapi dalam memberikan barang tersebut kita harus memiliki rasa perikemanusiaan. Artinya dalam memberikan barang harus dapat memperkirakan barang tersebut memang masih layak atau tidak. Kedua, Berdana barang yang masih baik. Contohny bila kita mempunyai buku lebih dari satu sedangkan teman kita tidak mempunyai, maka sebagai teman hendaknya memberikan salah satunya kepada teman tersebut. Dengan demikian kita telah berbuat baik dan kita akan merasa senang bila teman kita senang menerima buku itu. Ketiga, Berdana barang yang lebih baik daripada yang kita miliki, ini jarang dijumpai. Biasanya orang hanya mau berdana barang yang sudah buruk atau yang sama seperti yang dipakai dirinya sendiri; tetapi ada juga orang yang mau berdana barang yang lebih baik daripada yang dipakainya sendiri. Bila hal ini memang dilakukan dengan tulus, maka orang yang memiliki sikap demikian sangatlah terpuji. Ia dapat dikatakan memiliki jiwa sosial yang tinggi.