Terdapatlah seorang perempuan yang sangat kaya bertempat tinggal di Kota Kuraraghara, kira-kira berjarak 120 yojana dari Kota Savatthi. Ia mempunyai seorang putera yang telah menjadi bhikkhu, namanya Sona. Pada suatu kesempatan, Bhikkhu Sona berjalan melewati kota kelahirannya.
Pada waktu Bhikkhu Sona pulang menuju Vihara Jetavana, ia bertemu dengan ibunya, dan ibunya mengundang Bhikkhu Sona untuk menerima sejumlah besar persembahan. Mengetahui Bhikkhu Sona dapat menguraikan Dhamma dengan baik, ibunya juga memohon Bhikkhu Sona untuk membabarkan Dhamma kepadanya dan orang-orang lain di kota kelahirannya itu.
Bhikkhu Sona menerima permohonan tersebut. Ibunya membangun sebuah bangsal Dhamma yang dapat menampung banyak orang untuk mendengarkan khotbah Dhamma. Ibu itu juga mengundang banyak teman, tetangga, dan anggota keluarganya untuk hadir dalam pembabaran Dhamma tersebut. Ibu kaya itu meninggalkan rumahnya yang hanya dijaga oleh seorang perempuan pembantu rumah tangga.
Ketika pembabaran Dhamma sedang berlangsung, datanglah kawanan pencuri yang berjumlah sangat banyak ke rumah ibu kaya itu. Pemimpin dari kawanan pencuri itu sengaja pergi ke bangsal Dhamma, tempat pembabaran Dhamma sedang berlangsung, dan pemimpin itu berada dekat serta memperhatikan gerak-gerik si ibu kaya. Dengan melakukan hal itu sang pemimpin bermaksud agar dapat memberi kabar kepada anak buahnya untuk segera melarikan diri apabila ibu kaya itu pulang ke rumahnya.
Ketika pembantu rumah tangga si ibu kaya mengetahui banyak pencuri datang memasuki rumah majikannya, ia segera melaporkan hal itu kepada si ibu kaya, tetapi si ibu hanya menjawab, "Biarkan pencuri-pencuri itu mengambil seluruh uangku, saya tidak peduli, tetapi engkau jangan kemari lagi, jangan mengganggu saya saat saya sedang mendengar Dhamma. Engkau sebaiknya kembali saja".
Pembantu rumah tangga itu kembali ke rumah majikannya. Kemudian pembantu rumah tangga itu melihat para pencuri sedang mengambil barang-barang berharga terbuat dari perak milik majikannya. Pembantu rumah tangga itu kembali pergi menemui si ibu kaya di bangsal Dhamma, memberitahukan apa yang sedang dilakukan oleh para pencuri. Tetapi, pembantu rumah tangga itu mendapatkan jawaban yang sama seperti semula. Ia pulang kembali ke rumah majikannya.
Selanjutnya pembantu rumah tangga melihat para pencuri sedang mengambil barang-barang emas dan permata milik majikannya. Ia pergi kembali melaporkan hal itu kepada majikannya.
Saat itu si ibu mengatakan, "O sayang, biarkanlah pencuri-pencuri itu mengambil apa yang mereka sukai; mengapa engkau datang kemari lagi dan mengganggu saya saat sedang mendengarkan Dhamma? Mengapa engkau tidak pulang dan tinggal di rumah saja seperti apa yang sudah saya katakan padamu? Janganlah engkau mengganggu kembali mendekati saya dan mengatakan perihal barang-barang atau pencuri-pencuri itu lagi".
Pemimpin para pencuri yang berada dekat dengan si ibu itu mendengarkan semua perkataan yang sudah diucapkan oleh si ibu, dan ia benar-benar mengagumi keyakinan ibu itu terhadap Dhamma.
Kata-katanya juga menjadikan dirinya berpikir, "Jika kami mengambil barang-barang orang yang bijaksana seperti ibu ini, kami benar-benar akan terkutuk, kehidupan kami akan mengalami kehancuran, dan bisa jadi badan kami akan hancur berkeping-keping".
Pemimpin itu memperoleh penerangan batin, segera ia pergi ke rumah si ibu dan menyuruh anak buahnya untuk mengembalikan seluruh barang milik si ibu yang telah mereka ambil. Kemudian ia mengajak pengikut-pengikutnya ke tempat si ibu berada. Ibu itu sedang mendengarkan Dhamma dengan sepenuh hati di bangsal Dhamma.
Sona Thera mengakhiri pembabaran Dhamma-nya ketika hari menjelang pagi hari. Ia turun dari tempat pembabaran Dhamma (Dhamma-asana), dan menuju ke tempat duduk yang telah disediakan.
Pemimpin para pencuri mendekati si ibu kaya, perempuan bijaksana, memberi hormat kepadanya dan memperkenalkan dirinya. Ia juga mengatakan kepada si ibu bahwa ia bersama kawan-kawannya telah memasuki rumah si ibu dan mengambil barang-barang berharga tetapi ia telah mengembalikan seluruh barang itu sesudah ia mendengar kata-kata si ibu kepada pembantu rumah tangganya yang melaporkan kejadian pencurian itu. Sang pemimpin beserta para pengikutnya memohon si ibu untuk memaafkan segala perbuatan buruk yang telah mereka lakukan.
Selanjutnya mereka memohon kepada Sona Thera untuk diterima sebagai anggota Pasamuan Bhikkhu (Sangha). Setelah mereka ditahbiskan menjadi bhikkhu, sembilan ratus bhikkhu baru itu mendapat bimbingan meditasi dari Sona Thera, dan mereka pergi ke hutan untuk melatih diri bermeditasi di tengah-tengah kesunyian.
Dari jarak 120 yojana, Sang Buddha mengetahui kisah para bhikkhu itu, dan memberikan sinar kebijaksanaan kepada mereka sehingga seolah-olah Beliau berada di tengah-tengah mereka.
Kepada mereka secara pribadi, Sang Buddha membabarkan syair 368, 369, 370, 371, 372, 373, 374, 375, dan 376 berikut ini:
Apabila seorang bhikkhu hidup dalam cinta kasih, dan memiliki keyakinan terhadap ajaran Sang Buddha, maka ia akan sampai pada keadaan damai (nibbana), yang merupakan berhentinya hal-hal yang berkondisi (sankhara).
O bhikkhu, kosongkanlah perahu (tubuh) ini. Apabila telah dikosongkan maka perahu ini akan melaju dengan pesat. Setelah memutuskan nafsu keinginan dan kebencian, maka engkau akan mencapai nibbana.
Putuskanlah lima kelompok belenggu pertama (dari sepuluh belenggu), dan singkirkanlah lima kelompok kedua (dari sepuluh belenggu), serta kembangkan lagi lima kekuatan (keyakinan, perhatian, semangat, konsentrasi, dan kebijaksanaan) secara sempurna. Apabila seorang bhikkhu telah bebas dari lima belenggu, maka ia disebut seorang "Penyeberang Arus" (sotapanna).
Bersemadilah, O bhikkhu! Jangan lengah! Jangan biarkan pikiranmu diseret oleh kesenangan-kesenangan indria! Jangan karena lengah maka engkau harus menelan bola besi yang membara! Dan jangan karena terbakar maka engkau meratap, "O, hal ini sungguh menyakitkan!"
Tak ada samadi dalam diri orang yang tidak memiliki kebijaksanaan. Dan tidak ada kebijaksanaan dalam diri orang yang tidak bersamadi. Orang yang memiliki samadi dan kebijaksanaan, sesungguhnya sudah berada di ambang pintu Nibbana.
Apabila seorang bhikkhu pergi ke tempat sepi, telah menenangkan pikirannya, dan telah dapat melihat Dhamma dengan jelas, akan merasakan kegembiraan yang belum pernah dirasakan oleh orang-orang biasa.
Bila seseorang dapat melihat dengan jelas akan timbul dan lenyapnya kelompok kehidupan (khandha), maka ia akan merasakan kegembiraan dan ketenteraman batin. Sesungguhnya, bagi mereka yang telah mengerti tak akan ada lagi kematian.
Pertama-tama inilah yang harus dikerjakan oleh seorang bhikkhu yang bijaksana, yaitu: mengendalikan indria-indria, merasa puas dengan apa yang ada, menjalankan peraturan-peraturan (patimokkha), serta bergaul dengan teman kehidupan suci (sabrahmacari) yang rajin dan bersemangat.
Hendaklah ia bersikap ramah dan sopan tingkah lakunya. Karena merasa gembira dalam menjalankan hal-hal tersebut, maka ia akan bebas dari penderitaan.
Setiap akhir satu syair di atas dibabarkan, seratus dari sembilan ratus bhikkhu mencapai tingkat kesucian arahat.
***