Dalam agama Buddha, sila merupakan dasar utama dalam pelaksanaan ajaran agama, mencakup semua perilaku dan sifat-sifat baik yang termasuk dalam ajaran moral dan etika umat Buddha. Istilah sila, kosakata Pali digunakan dalam budaya agama Buddha. Dalam susunan masyarakat Buddhis terdiri atas kelompok (parisa) yaitu; kelompok masyarakat selibat (bhikkhu-bhikkhuni) dan kelompok masyarakat awam (perumah-tangga). Perbedaan ini berdasar pada kedudukan sosial mereka masingmasing dalam dunia keagamaan.
Upasaka/upasika adalah pengikut Buddha, umat awam, yang hidup sebagai perumah tangga. Mereka hidupnya melaksanakan lima aturan kemoralan (sila) dan dapat melatih delapan sila. Mereka yang melatih diri dan melengkapi hidupnya dengan aturan-aturan kemoralan, maka akan berakibat terlahir di alam bahagia (surga). Bila melatih lima sila dengan sungguh-sungguh akan memperoleh kebahagiaan, kemakmuran, kedamaian dan kesejahteraan, dalam kehidupan sekarang ini. Bila seseorang melatih lima atau delapan kemoralan dengan sungguh-sungguh dan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dengan sempurna, maka sempurna pula kebajikannya (paramita). Hal ini akan berakibat mencapai pembebasan dari derita (dukkha) dan dapat meraih kebahagiaan tertinggi Nibbana. Nibbanam Paramam Sukham (kebahagiaan yang tertinggi): kebahagiaan pencapaian kondisi batin yang telah merealisir Nibbanna. Seorang upasika-upasika hendaknya melatih lima sila dan melaksanakan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Dari uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa Pancasila Buddhis adalah penghindaran dari perbuatan yang tidak baik berguna untuk pengendalian diri yang dapat mengantarkan kita pada bahagia dikehidupan sekarang dan bahagia dikekehidupan selanjutnya.