Subscribe Us

Selamat Datang Di Dharmaduta Inspiratif : https://www.damaduta.net

Upasaka Dan Upasika Dalam Agama Buddha

Upāsaka dan Upāsikā adalah pengikut Buddha, umat awam, yang hidup sebagai perumah tangga. Menjadi Upāsaka atau Upāsikā, berarti menjadi seseorang yang dekat dengan Buddha, Dhamma, dan Sangha, dengan menghormatinya, memujanya, atau menyokongnya. Menjadi Upāsaka atau Upāsikā berarti menjadi umat Buddha yang siap mengamalkan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Pañcasīla Buddhis adalah latihan kemoralan yang mesti dilatih dalam kehidupan sehari-hari Selain mengkohkan keyakinan pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, memiliki moralitas yang baik, Upāsaka atau Upāsikā mestinya dapat hidup sesuai Dhamma dengan tidak melakukan mata pencaharian salah yang tidak sesuai Dhamma. Upāsaka dan Upāsikā berhak mempelajari Dhamma seluas-luasnya dan menerapkannya kedalam praktik. Upāsaka dan Upāsikā yang mempraktikkan Dhamma dengan baik dan benar bisa saja mencapai tingkatan-tingkatan kesucian. Menjadi sotāpanna, sakadāgāmī, anāgāmī atau arahat bukanlah sesuatu yang mustahil bila Upāsaka atau Upāsikā mempraktikkan Dhamma dengan benar. Terkait pancasila Buddhis, dan apa itu tingkat kesucian sotāpanna, sakadāgāmī, anāgāmī atau arahat adalah sebagaimana uraian di bawah ini:

Pancasila Buddhis adalah ajaran dasar moral agama Buddha yang diitaati oleh umat Buddha. Kata Pancasila ini berasal dari dua bahasa yaitu bahasa Sanskerta pañcaśīla dan bahasa Pali pañcasīla yang berarti Lima Kemoralan atau Lima Aturan Moral.

Pancasila Buddhis dalam bahasa Pali

  1. Pāṇātipātā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
  2. Adinnādānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
  3. Kāmesu micchācārā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
  4. Musāvāda veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
  5. Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.

Dalam bahasa Indonesia, sila-sila ini adalah sebagai berikut

  1. Aku bertekad melatih diri untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup.
  2. Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan.
  3. Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan asusila.
  4. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar.
  5. Aku bertekad untuk melatih diri menghindari segala minuman dan makanan yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran dan kewaspadaan.

Sang Buddha bersabda bahwa, “benda/barang siapa sempurna dalam sila dan mempunyai pandangan terang, teguh dalam Dhamma, selalu benar dan memenuhi segala kewajibannya, maka semua orang akan mencintainya (Dhammapada, XVI: 217).

Sotāpanna adalah seseorang yang telah mencapai tingkat kesucian pertama atau sotāpanna, ia telah berhasil membasmi tiga macam belenggu dari sepuluh belenggu yang menghalangi pencapaian kesucian Arahat. Tidak akan muncul lagi kepercayaan tentang akan adanya diri yang terpisah dan kekal/atta , tidak akan ada keraguan terhadap Buddha dan ajara-Nya, dan tidak akan ada Kepercayaan terhadap upacara yang tergolong dalam pandangan salah di dalam konsepsinya. Ketiga hal tersebut ia basmi dengan pandangan benar yang berhubungan dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan, sehingga pemahaman tersebut dikatakan pencerahan karena ia yang mencapai tingkatan kesucian Sotāpanna ini, telah melihat dengan benar bahwa tiga belenggu itu merupakan penghalang.

Sakadāgāmi adalah seseorang yang telah mencapai tingkat kesucian ke dua atau sakadagami. Dikatakan telah mencapai tingkatan Sakadāgāmi bila seseorang telah membasmi tiga belenggu yang pertama dan melemahkan dua belenggu selanjutnya. Sakkāyadiṭṭhi, Vicikiccha dan Silabbataparāmāsa telah dibasmi dengan tuntas olehSakadāgāmi, sedangkan Kāmarāga atau hawa nafsu rendah dan Paṭigha atau kebencian, dendam, kemauan jahat, dua hal itu hanya dilemahkan oleh Sakadāgāmi. Dikatakan lemah karena ia dapat mengendalikan dua belenggu tersebut namun sesungguhnya dua belenggu tersebut masih terdapat dalam dirinya. Maka dari itu kata melemahkan sangatlah cocok untuk menggantikan istilah ini.

Anāgāmi adalah seseorang yang telah mencapai tingkatan kesucian ke tiga atau anāgāmi ia tidak akan terlahir kembali di alam  manusia. Kelahiranya hanya bersisa satu kali lagi. Yaitu di alam Tusita. Di alam ini seorang Anāgāmi terlahir secara sepontan atau opapatika. Hal ini dikarenakan usahanya yang gigih dari penimbunan kebajikan paramita dan usahanya yang gigih dalam membasmi belenggu-belenggu penghalang pencapaian tingkat kesucian. Seorang Anāgāmi telah membasmi Lima kekotoran batin. Tidak ada lagiSakkāyadiṭṭhi, Vicikiccha, Silabbataparāmāsa, Kāmarāga dan Paṭigha di dalam dirinya. Semua itu telah ia basmi sampai ke akar-akarnya. Sehingga ia disebut seorang Anāgāmi yaitu yang “Tak Kembali Lagi”. Yang dimaksud tak kembali lagi disini ialah tidak akan terlahir lagi di alam manusia dan Empat alam Apaya.

Arahat adalah seseorang yang telah mencapai tingkat kesucian yang tertinggi. Ia telah menyelesaikan tugas yang sesungguhnya. Kelahiran yang sekarang adalah kelahiranya yang terakhir. Setelah badan atau jasmaninya hancur maka ia pun tidak akan terlahir di alam manapun juga. Buddha memberikan perumpamaan kepada Upayisa. Ketika Upayisa menanyakan hal ini. Perumpamaan tersebut di ibaratkan seperti hal nya api yang padam setelah tertiup oleh angin. Tak ada yang tahu dimana letak api tersebut setelah ia padam, begitu juga dengan seorang Arahat. Seorang Arahat tidak akan telahir lagi di alam manapun. Karena tidak ada kelahiran bagi arahat maka usia tua, sakit dan kematian serta lingkaran samsara telah tiada bagiArahat. Karena hal-hal tersebut tidak dijumpai lagi maka ia telah mengakhiri dukkha/penderitaan. Untuk menjadi seorangArahat harus membasmi sepuluh macam kekotoran batin. Sedikitpun dari sepuluh belenggu tersebut tidak ada yang tersisa. Ketika hal itu terjadi maka seseorang tersebut adalah suci karena tidak ada kekotoran atau belenggu di dalam dirinya.