Upāsaka
dan Upāsikā adalah pengikut Buddha, umat awam, yang hidup sebagai perumah
tangga. Menjadi Upāsaka atau Upāsikā, berarti menjadi seseorang yang dekat
dengan Buddha, Dhamma, dan Sangha, dengan menghormatinya, memujanya, atau
menyokongnya. Menjadi Upāsaka atau Upāsikā berarti menjadi umat Buddha yang
siap mengamalkan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Pañcasīla Buddhis
adalah latihan kemoralan yang mesti dilatih dalam kehidupan sehari-hari Selain
mengkohkan keyakinan pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, memiliki moralitas yang
baik, Upāsaka atau Upāsikā mestinya dapat hidup sesuai Dhamma dengan tidak
melakukan mata pencaharian salah yang tidak sesuai Dhamma. Upāsaka dan Upāsikā
berhak mempelajari Dhamma seluas-luasnya dan menerapkannya kedalam praktik.
Upāsaka dan Upāsikā yang mempraktikkan Dhamma dengan baik dan benar bisa saja
mencapai tingkatan-tingkatan kesucian. Menjadi sotāpanna, sakadāgāmī, anāgāmī
atau arahat bukanlah sesuatu yang mustahil bila Upāsaka atau Upāsikā
mempraktikkan Dhamma dengan benar. Terkait pancasila Buddhis, dan apa itu tingkat kesucian
Pancasila
Buddhis adalah ajaran dasar moral agama Buddha yang diitaati
oleh umat Buddha. Kata Pancasila ini berasal dari dua bahasa yaitu bahasa Sanskerta pañcaśīla dan bahasa Pali pañcasīla yang
berarti Lima Kemoralan atau Lima Aturan Moral.
Pancasila
Buddhis dalam bahasa Pali
- Pāṇātipātā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
- Adinnādānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
- Kāmesu micchācārā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
- Musāvāda veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
- Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
Dalam bahasa Indonesia, sila-sila ini adalah sebagai
berikut
- Aku bertekad melatih diri untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup.
- Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan.
- Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan asusila.
- Aku bertekad untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar.
- Aku bertekad untuk melatih diri menghindari segala minuman dan makanan yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran dan kewaspadaan.
Sang
Buddha bersabda bahwa, “benda/barang siapa sempurna dalam sila dan mempunyai
pandangan terang, teguh dalam Dhamma, selalu benar dan memenuhi segala
kewajibannya, maka semua orang akan mencintainya (Dhammapada, XVI: 217).
Sotāpanna adalah seseorang yang telah mencapai tingkat kesucian pertama atau sotāpanna, ia telah berhasil
membasmi tiga macam belenggu dari sepuluh belenggu yang menghalangi pencapaian
kesucian Arahat. Tidak akan muncul lagi kepercayaan tentang akan adanya diri
yang terpisah dan kekal/atta , tidak akan ada keraguan terhadap Buddha dan
ajara-Nya, dan tidak akan ada Kepercayaan terhadap upacara yang tergolong dalam
pandangan salah di dalam konsepsinya. Ketiga hal tersebut ia basmi dengan
pandangan benar yang berhubungan dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan, sehingga
pemahaman tersebut dikatakan pencerahan karena ia yang mencapai tingkatan
kesucian Sotāpanna ini, telah melihat dengan benar bahwa tiga belenggu itu
merupakan penghalang.
Sakadāgāmi adalah seseorang yang telah mencapai tingkat kesucian ke dua atau sakadagami. Dikatakan telah mencapai tingkatan Sakadāgāmi bila seseorang telah membasmi
tiga belenggu yang pertama dan melemahkan dua belenggu selanjutnya. Sakkāyadiṭṭhi,
Vicikiccha dan Silabbataparāmāsa telah dibasmi dengan tuntas olehSakadāgāmi,
sedangkan Kāmarāga atau hawa nafsu rendah dan Paṭigha atau kebencian, dendam,
kemauan jahat, dua hal itu hanya dilemahkan oleh Sakadāgāmi. Dikatakan lemah
karena ia dapat mengendalikan dua belenggu tersebut namun sesungguhnya dua
belenggu tersebut masih terdapat dalam dirinya. Maka dari itu kata melemahkan
sangatlah cocok untuk menggantikan istilah ini.
Anāgāmi adalah seseorang yang telah mencapai tingkatan kesucian ke tiga atau anāgāmi ia tidak akan terlahir kembali
di alam manusia. Kelahiranya hanya
bersisa satu kali lagi. Yaitu di alam Tusita. Di alam ini seorang Anāgāmi
terlahir secara sepontan atau opapatika. Hal ini dikarenakan usahanya yang
gigih dari penimbunan kebajikan paramita dan usahanya yang gigih dalam membasmi
belenggu-belenggu penghalang pencapaian tingkat kesucian. Seorang Anāgāmi telah
membasmi Lima kekotoran batin. Tidak ada lagiSakkāyadiṭṭhi, Vicikiccha,
Silabbataparāmāsa, Kāmarāga dan Paṭigha di dalam dirinya. Semua itu telah ia
basmi sampai ke akar-akarnya. Sehingga ia disebut seorang Anāgāmi yaitu yang
“Tak Kembali Lagi”. Yang dimaksud tak kembali lagi disini ialah tidak akan
terlahir lagi di alam manusia dan Empat alam Apaya.
Arahat adalah seseorang yang telah mencapai tingkat kesucian yang tertinggi. Ia
telah menyelesaikan tugas yang sesungguhnya. Kelahiran yang sekarang adalah
kelahiranya yang terakhir. Setelah badan atau jasmaninya hancur maka ia pun
tidak akan terlahir di alam manapun juga. Buddha memberikan perumpamaan kepada
Upayisa. Ketika Upayisa menanyakan hal ini. Perumpamaan tersebut di ibaratkan
seperti hal nya api yang padam setelah tertiup oleh angin. Tak ada yang tahu
dimana letak api tersebut setelah ia padam, begitu juga dengan seorang Arahat.
Seorang Arahat tidak akan telahir lagi di alam manapun. Karena tidak ada
kelahiran bagi arahat maka usia tua, sakit dan kematian serta lingkaran samsara
telah tiada bagiArahat. Karena hal-hal tersebut tidak dijumpai lagi maka ia
telah mengakhiri dukkha/penderitaan. Untuk menjadi seorangArahat harus membasmi
sepuluh macam kekotoran batin. Sedikitpun dari sepuluh belenggu tersebut tidak
ada yang tersisa. Ketika hal itu terjadi maka seseorang tersebut adalah suci
karena tidak ada kekotoran atau belenggu di dalam dirinya.