Pada masa Buddha Gotama,
terdapat peramal ulung yang dapat menebak dengan tepat apa yang terjadi
sesungguhnya. Peramal itu bernama Kondanna ṇḍ Petapa Koṇḍañña terkenal sebagai
peramal ulung dan siswa pertama pencapai kesucian tertinggi, Arahat. Beliau
pernah meramalkan Pangeran Siddharta bayi ketika kelak akan menjadi Buddha.
Beliau adalah siswa pertama yang mencapai kesucian tertinggi. Koṇḍañña adalah
anak seorang brahmana, keluarga yang sangat kaya di Donavatthu dekat
Kapilavatthu. Beliau lahir sebelum Buddha. Ia kemudian disebut dengan nama
keluarganya Koṇḍañña. Ia belajar tiga Weda dan ahli dalam meramal dengan ilmu
membaca wajah.
Buddha memberikan khotbah
kepada lima petapa, yaitu Koṇḍañña, Assajji, Mahanama, Vappa, dan Bhadiyya. Koṇḍañña
mencapai kesucian Sotapanna disusul lainnya. Mereka semua mohon ditahbiskan
menjadi bhikkhu. Setelah mendengar khotbah kedua, yaitu Anattalakkhana Sutta atau
Khotbah tentang Tanpa Inti yang kekal, lima bhikkhu semua mencapai tingkat
kesucian Arahat.
Selama duabelas tahun, Koṇḍañña
berdiam di tepi Mandakini, Chaddantavana hingga akhir kehidupannya. Gajah-gajah
di hutan bergantian untuk menghormat, mengayomi, memperhatikan, dan serta membawa
makanan untuk menjamu dan merawat. Setelah Koṇḍañña meninggal, semuanya
menangis. Pada saat kremasi dilakukan, hadir delapan ribu gajah dengan dewa
Nāgadatta di kepala mereka.
Semua dewa terendah sampai ke alam brahma tertinggi mengikuti upacara duka. Setiap dewa membawa sepotong kayu cendana. Lima ratus bhikkhu, yang dipimpin oleh Anuruddha. Relik-relik tersebut dibawa keVeluvana dan diserahkan kepada Buddha. Dengan tangan-Nya sendiri, Buddha menyimpan relik Y.A. Koṇḍañña ke dalam sebuah cetiya perak yang muncul dari bumi.