Subscribe Us

Selamat Datang Di Dharmaduta Inspiratif : https://www.damaduta.net

Yang Ariya Rahula

Pangeran Rahula terkenal dalam melaksanakan kebaikan. Ia adalah putra Pangeran Siddharta dan Putri Yasodhara. Ia menjadi petapa mengikuti jejak ayahnya sejak umur tujuh tahun. Pada hari ketujuh Buddha di Kapilavatthu, Putri Yasodhara mengajak Pangeran Rahula untuk melihat Buddha dari teras istana. Mereka melihat Buddha sedang berpindapata.

PutriYasodhara tidak dapat menahan tetesan air mata yang menitik keluar, lalu berkata: “Sayang, petapa yang kulitnya kuning emas itu dan kelihatannya sebagai Brahma dikelilingi oleh ribuan siswanya adalah ayahmu. Beliau punya banyak harta pusaka. Setelah ayahmu meninggalkan istana, tidak lagi diketahui apa yang terjadi dengan harta tersebut. Pergilah kepada-Nya dan mintalah hadiah sambil berkata: ‘Ayah, aku adalah Pangeran Rahula.

Kalau aku kelak menjadi raja, aku akan menjadi raja diraja. Aku mohon diberi harta pusaka karena anak adalah pewaris dari apa yang menjadi milik ayahnya”.

Pangeran Rahula yang masih lugu dan belum tahu apa-apa itu langsung pergi mendekati Buddha. Ia memegang jari tangan Buddha dan menatap wajah-Nya. Selanjutnya, Rahula mengatakan apa yang dipesankan ibunya, seraya menambahkan: “Ayah, bahkan bayangan Ayah membuat hatiku senang.” Setelah makan siang, Buddha meninggalkan istana dan Rahula mengikuti sambil terus merengek: “Ayah, berikan aku harta pusaka; aku kelak menjadi raja; aku ingin memiliki harta pusaka; Ayah, aku mohon berikanlah kepadaku warisan.”

Tidak ada satu orang yang dapat menghalang-halanginya dan Buddha pun membiarkan Rahula terus mengikuti berjalan di samping-Nya. Setelah tiba di taman, Buddha berpikir: “Rahula minta warisan harta pusaka, tetapi semua harta dunia penuh dengan penderitaan. Lebih baik aku memberinya warisan berupa Tujuh Faktor Penerangan Agung yang pernah aku peroleh di bawah pohon Bodhi. Dengan demikian, ia akan memiliki harta pusaka yang paling mulia.”

Setelah tiba di vihara, Buddha meminta kepada Sariputta untuk menahbiskan Rahula menjadi samanera. Mendengar berita bahwa Pangeran Rahula telah ditahbiskan menjadi samanera, Raja Suddhodana menjadi sangat marah. Raja lalu pergi menemui Buddha dan dengan sopan menegur dengan kata-kata: “Walau dulu anakku meninggalkan istana membuatku sedih, sedih dan sakit sekali. Waktu Nanda meninggalkan istana, hatiku menjadi hancur dan menderita sekali. Kemudian, aku mencurahkan cinta dan perhatianku kepada cucuku Rahula dan mencintai melebihi cintaku kepada siapa pun juga. Sekarang Rahula telah ditahbiskan menjadi samanera. Aku sangat menyesal dan tidak senang akan apa yang telah terjadi. Aku mohon dengan sangat agar mulai hari ini tidak ada lagi ada seorang bhikkhu atau samanera yang ditahbiskan tanpa izin dari orang tua.”

Buddha menyetujui permohonan Raja Suddhodana. Mulai hari itu, tidak menahbiskan bhikkhu atau samanera tanpa terlebih dulu mendapat izin dari orang tuanya. Keesokan harinya, setelah mendengarkan khotbah Buddha, Raja Suddhodana mencapai tingkat kesucian Anagami.

Pada usia duapuluh tahun, Rahula ditahbiskan menjadi bhikkhu dengan pembimbing (upajjhaya) Y.A. Sariputta dan guru penahbisan adalah Y.A. Moggallana.

Ketika Buddha mengetahui bahwa pikiran Pangeran Rahula sudah matang, lalu mengajaknya ke hutan Andhra dan menguraikan ajaran yang dikenal sebagai Nasihat Kecil untuk bhikkhu Rahula (Cullarahulovada Sutta, Majjhima Nikaya). Ia merasakan kegembiraan setelah mendengar nasihat Buddha dan mencapai tingkat kesucian Arahat. Sejak itulah, bhikkhu Rahula bergelar Yang Ariya (Y.A.), artinya Yang Suci.

Delapan tahun setelah mencapai tingkat Arahat, terdapat para bhikkhu yang datang memakai tempat tidur Y.A. Rahula. Karena tidak menemukan tempat untuk beristirahat, Y.A. Rahula tidur di ruang terbuka di depan tempat Buddha. Y.A. Rahula Parinibbana setelah parinibbana Buddha. Diperkirakan Y.A Rahula parinibbana pada usia limapuluh tahun. Sebuah stupa dibangun untuk menyimpan relik Rahula.