Buddha
mengakui bahwa pengembaraan-pengembaraannya yang lampau dalam kehidupan yang
membawa penderitaan, adalah suatu kenyataan. Hal ini dengan jelas membuktikan
tentang tumimbal lahir. Beliau mengembara berusaha mencari obat untuk mengobati
penderitaan manusia dan sebagai akibatnya Beliau menderita. Selama Beliau tidak
dapat menemukan arsitek yang membangun rumah ini (tubuh), tidak mungkin
melenyapkan penderitaan. Beliau melakukan pengembaraan, setelah proses
pencarian penyebab penderitaan tidak berhasil. Akhirnya, beliau menemukan
penyebab penderitaan yaitu arsitek bangunan “rumah” yang sulit ditangkap ini.
Arsitek itu tidak terletak di luar tubuh tetapi di dalam lubuk hati sendiri.
Arsitek ini berupa nafsu keinginan atau kemelekatan, pencipta diri, unsur
mental yang tersembunyi dalam semua makhluk. Bagaimana dan kapan asal nafsu
keinginan ini sulit untuk dapat dipahami. Apa yang diciptakan oleh diri
sendiri, maka oleh diri sendiri pula ciptaan itu dapat dihancurkan. Penemuan
ini akan menghasilkan pemberantasan nafsu keinginan untuk pencapaian keadaan
arahat, yang disebut sebagai ‘akhir dari nafsu keinginan.
Atap rumah ciptaan sendiri ini adalah
kegemaran (kilesa) seperti kemelekatan/keserakahan (lobha), kebencian (dosa),
khayalan/kebodohan (moha), kesombongan (mana), pandangan-pandangan salah
(ditthi), keragu-raguan (vicikiccha), kemalasan (thina), kegelisahan
(uddhacca), moral yang tidak takut malu (ahirika), moral yang tidak takut
(anottappa). Penyangsa yang menunjang atap melambangkan kebodohan, akar
penyebab semua nafsu keinginan. Kehancuran dari kebodohan dengan kebijaksanaan
akan mengakibatkan penghancuran total dari rumah itu. Tiang belandar penyangga
dan atap adalah bahan yang diperlukan oleh arsitek untuk membangun rumah yang
tidak diinginkan ini. Dengan perusakan mereka, arsitek kehilangan bahan-bahan
untuk membangun rumah yang tidak diinginkan ini.
Dengan penghancuran semua ini maka pikiran
yang sulit dikendalikan mencapai keadaan tanpa kondisi, yaitu Nibbana. Apapun
yang bersifat keduniawian itu ditinggalkan, dan hanya keadaan yang bersifat di
luar keduniawian, Nibbana yang kekal.
Sebagai penghargaan terhadap pohon Bodhi yang sudah
menaungi Bodhisattva Pangeran Sidharta selama duduk bermeditasi sampai Beliau
memperoleh penerangan sempurna, maka umat Buddha sampai sekarang menghargai
pohon Bodhi. Kalau batin kita teguh maka segala godaan akan dapat dihindari.
Kita harus berlatih mengendalikan pikiran dan membersihkan batin sehingga kita
mampu menghalau segala bentuk godaan. Buddha sudah menemukan arti kebahagiaan
sejati. Kebahagiaan itu dapat dicapai kalau kita tidak melekat pada keinginan
dan mampu melenyapkan nafsu keinginan tidak baik. Kebahagiaan abadi ini disebut
Nibbana atau Nirvana.