Subscribe Us

Selamat Datang Di Dharmaduta Inspiratif : https://www.damaduta.net

Peristiwa Tentang Sebelum Pemutaran Roda Dhamma


Tujuh minggu sudah Buddha berdiam diri menikmati kebahagiaan penerangan sempurna. Saat beliau berada di kaki pohon Ajapala di tepi sungai Neranjana, muncullah pikiran: “Dhamma yang Kutemukan ini dalam, sulit dilihat, sulit dimengerti, damai dan mulia, di luar jangkauan logika, halus, untuk dialami oleh para bijaksana. Generasi saat ini gembira dalam kemelekatan, bersenang-senang dalam kemelekatan, bersorak dalam kemelekatan. Untuk generasi demikian, kondisi ini adalah sulit dilihat, yaitu kondisi tertentu, kemunculan bergantungan, penenangan semua bentukan, pelepasan semua perolehan, penghancuran keinginan, kebosanan, pelenyapan, Nibbāna. Jika Aku harus mengajarkan Dhamma sementara orang lain tidak dapat memahami Aku, hal ini akan sangat melelahkan bagiKu, sungguh sangat menyulitkan.”

Kesulitan orang memahami Dhamma yang sudah diperoleh Buddha dinyatakan Beliau melalui syair sebagai berikut:

Susah payah kupahami Dhamma
Tidak perlu membabarkan sekarang
Yang sulit dipahami mereka yang serakah dan benci
Orang diselimuti kegelapan takkan mengerti Dhamma
Dhamma menentang arus sulit dimengerti
Dhamma sangat dalam, halus dan sukar dirasakan

Setelah Beliau mengucapkan syair ini, Beliau memutuskan untuk tidak membabarkan Dhamma yang beliau temukan. Beliau sadar Dhamma ini sangat sulit dimengerti manusia yang masih diliputi kegelapan batin. Sewaktu Sang Bhagavā merenungkan demikian, pikiran-Nya condong pada hidup nyaman, bukan mengajar Dhamma. Brahma Sahampati yang membaca pikiran Buddha, lalu berpikir: “Aduh, dunia ini sudah selesai! Aduh, dunia ini segera musnah, karena Sang Tathāgata, Sang Arahanta, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna, condong pada hidup nyaman, bukan mengajar Dhamma.”

Kemudian secepat kilat Brahmā Sahampati lenyap dari Alam Brahmā dan muncul kembali di depan Buddha. Ia merapikan jubahnya di atas salah satu bahunya, berlutut dengan kaki kanannya menyentuh tanah, menelungkupkan tangan sebagai penghormatan kepada Buddha, dan berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, mohon Bhagavā sudi mengajarkan Dhamma; mohon Yang Sempurna mengajarkan Dhamma. Ada makhluk makhluk dengan sedikit debu di mata mereka yang akan jatuh jika mereka tidak mendengarkan Dhamma. Akan ada sedikit orang-orang yang dapat memahami Dhamma.”

Brahmā Sahampati lebih lanjut mengatakan: “Di masa lalu, pernah muncul di antara orang-orang Magadha, Dhamma yang tidak murni telah ditemukan oleh mereka yang masih ternoda. Bukalah pintu yang menuju Keabadian! Biarkan mereka mendengarnya, Dhamma yang ditemukan oleh Yang Tanpa Noda”. “Bagaikan seseorang yang berdiri di puncak gunung pasti melihat orang-orang di segala arah di bawahnya.
Demikian pula, O, Yang Bijaksana, Mata Universal,
Naiklah ke istana yang terbuat dari Dhamma,
Karena diri-Mu terbebas dari kesedihan, lihatlah orang-orang yang tenggelam dalam kesedihan, tertekan oleh kelahiran dan kerusakan”. “Bangkitlah, O, Pahlawan, Pemenang dalam pertempuran! O, Pemimpin rombongan, yang bebas dari hutang, mengembaralah di dunia ini. Ajarilah Dhamma, O, Bhagavā: Akan ada di antara mereka yang memahami.”

Buddha, setelah memahami permohonan Brahmā, dan demi belas kasih-Nya kepada makhluk-makhluk, lalu mengamati dunia ini dengan mata seorang Buddha. Sewaktu Beliau melakukan hal itu, Buddha melihat makhluk-makhluk yang memiliki sedikit debu di mata mereka dan mereka yang memiliki banyak debu di mata mereka; yang memiliki indria tajam dan yang memiliki indria tumpul; yang memiliki kualitas baik dan yang memiliki kualitas buruk; yang mudah diajari dan yang sulit diajari, dan sedikit orang yang berdiam dengan melihat kebakaran dan ketakutan dalam dunia lain.

Seperti di dalam sebuah kolam teratai warna biru, atau merah, atau putih, beberapa teratai ada yang masih berupa tunas di dalam air, ada yang sudah tumbuh di dalam air, dan ada yang sudah berkembang di dalam air, tanpa keluar dari air; beberapa teratai mungkin bertunas di dalam air, tumbuh di dalam air, dan berkembang tepat di permukaan air; beberapa teratai mungkin bertunas di dalam air, tumbuh di dalam air, kemudian tumbuh keluar dari air dan berdiri tanpa dikotori oleh air.

Setelah melihat hal ini, Beliau menjawab Brahmā Sahampati dalam syair:

Terbukalah bagi mereka pintu menuju Keabadian.
Biarlah mereka yang memiliki telinga memberikan keyakinan.
Meramalkan kesulitan, O, Brahmā.
Aku akan mengajarkan Dhamma mulia yang unggul dan mulia di
antara manusia.

Kemudian Brahmā Sahampati, berpikir, “Sang Bhagavā telah memberikan persetujuan atas permohonanku sehubungan dengan pengajaran Dhamma.” Brahmā Sahampati memberi hormat kepada Buddha dan lenyap dari sana.

Hingga kini permohonan Brahma Sahampati kepada Buddha tetap diperingati dengan permohonan kepada seorang bhikkhu untuk mengajar Dhamma yang berbunyi sebagai berikut:

Brahma ca lokadhipati Sahampati
Katañjali andhivaram ayacatha
Santidha sattapparajakkhajatika
Desetu Dhammam anukampimam pajam.
Artinya:
Brahma Sahampati, Penguasa dunia ini
Merangkap kedua tangannya dan memohon,
Ada makhluk-makhluk yang dihinggapi sedikit
kekotoran batin
Ajarkanlah Dhamma demi kasih sayang kepada
mereka.

Dengan mata BuddhaNya, Beliau dapat mengetahui bahwa memang ada orang-orang yang tidak lagi terlalu terikat kepada hal-hal duniawi dan mudah mengerti Dharma. Karena itu, Buddha Gotama mengambil ketetapan hati untuk mengajarkan Dharma demi belas kasih-Nya kepada umat manusia. Kesediaan-Nya itu diutarakan dengan mengucapkan kata-kata sebagai berikut: “Terbukalah pintu kehidupan abadi bagi mereka yang mau mendengar dan mempunyai keyakinan.”