Subscribe Us

Selamat Datang Di Dharmaduta Inspiratif : https://www.damaduta.net

Raja Ajatasattu Pendukung Buddha

Ajatasattu adalah putra Raja Bimbisara. Ibunya bernama Ratu Videha. Ketika usianya menjelang dewasa, ia menikah dengan Putri Vajira, anak Pasenadi Kosala. Pada waktu itu, Devadatta merasa iri hati atas kemasyuran Buddha dan beberapa siswa utama-Nya.

Devadatta sangat membenci Buddha dan para siswanya. Devadatta memperalat Pangeran Ajatasattu sebagai senjata untuk membalas dendam, dan memengaruhi Pangeran Ajatasattu dengan kesaktiannya. Ia menjelma sebagai anak kecil berkalung beberapa ekor ular berbisa, lalu mendekati Pangeran Ajatasattu. Anak kecil itu menjatuhkan diri di pangkuannya. Tidak beberapa lama, anak kecil itu lenyap dan Devadatta menampakkan diri di depannya.

Peristiwa itu membuat Pangeran Ajatasattu langsung menghormat dan menyatakan diri sebagai penyokongnya. Devadatta dibangunkan sebuah vihara besar dan megah di Gayasisa. Setiap pagi ia diiringi sejumlah besar pengawalnya, ia mempersembahkan dana makanan dan keperluan pokok lainnya kepada Devadatta. Pangeran Ajasattu belum menyadari akibat buruk yang ditimbulkan dari pergaulannya dengan Devadatta.

Selanjutnya, Devadatta menghasut Pangeran Ajatasattu untuk merebut kekuasaan dan membunuh ayah kandungnya sendiri, yaitu Raja Bimbisara. Devadatta berusaha membujuk terus hingga Pangeran Ajatasattu tidak berdaya dan akhirnya menyepakatinya. Pangeran Ajatasattu akan membunuh ayahnya dengan sebilah keris, namun tertangkap oleh pengawal istana. Raja Bimbisara tidak menghukum Pangeran Ajatasattu. Dengan penuh cinta kasih, Raja menanyakan tujuan berbuat demikian. Mengetahui bahwa yang dikehendaki adalah tahta kerajaan, pada waktu itu juga, Pangeran Ajatasattu dinobatkan sebagai Raja Kerajaan Magadha.

Selanjutnya, Devadatta kembali menghasut Raja Ajatasattu agar ia menyekap dan mengurung ayahnya dalam penjara. Ayahnya tidak boleh diberi makanan atau minuman. Raja Ajatasattu segera memerintahkan pengawalnya untuk menjalankannya, dan melarang siapa pun juga untuk menjenguknya kecuali ibunya sendiri, Ratu Videha.

Bimbisara tidak mendapatkan makanan lagi. Akan tetapi, karena Bimbisara telah meraih tingkat kesucian Sotapanna, beliau ternyata masih dapat mempertahankan kehidupan dengan melaksanakan meditasi berjalan mondarmandir (cankamana). Berkat kegiuran batiniah yang dinikmatinya dalam meditasi ini, wajahnya masih tetap tampak segar bugar dan berseri-seri.

Raja Ajatasattu makin biadab dan keji. Bersamaan dengan meninggalnya Bimbisara, telah terjadi pula suatu peristiwa yang penting, yaitu lahirnya putra sulung Raja Ajatasattu. Mendengar kelahiran putranya, tak terlukiskan betapa bahagianya Raja Ajatasattu. Badannya bergetar dan perasaan cinta kasih kepada putra sulungnya meresap sampai ke tulang sumsumnya. Ia teringat kepada ayahnya yang disekap dan disiksa dalam penjara. Raja Ajatasattu menanyakan keadaan ayahnya sekarang ini, dan segera diperintahkan untuk membebaskannya. Namun, disampaikan berita bahwa ayahnya telah meninggal. Ia merasa tertegun dan bergegas ia lari menjumpai ibunya dan bertanya:

“Ibunda tercinta, sewaktu aku lahir, apakah Ayah juga mencintai diriku seperti halnya saya sekarang ini mencintai putraku?” Dengan tersengalsengal karena sedih, Ratu Videha menuturkan: Ketika engkau menderita bisul di tanganmu, ayahmu memeluk dan meletakkan dirimu di pangkuannya. Dengan hati-hati sekali, ia kemudian mengisap bisulmu yang sudah matang dengan mulutnya. Oh, Putraku, karena rasa sayang dan cinta kasihnya kepadamu, ayahmu menelan nanah dan darah yang menjijikkan serta memuakkan itu.” Mendengar cerita ibunya itu, Raja Ajatasattu sangat menyesal atas tindakan keji yang dilakukannya. Makin mengingat kebajikan ayahnya, makin sedih hati Raja Ajatasattu bagai diiris pisau.

Raja Ajatasattu tidak ingin menemui Buddha karena merasa malu atas kejahatannya dalam bersekongkol dengan Devadatta. Tabib bernama Jivaka Komarabhacca segera menganjurkan Raja Ajatasattu untuk menjumpai Buddha. Setelah mendengar nasihat Buddha, Raja Ajatasattu akhirnya sadar akibat kejahatan yang ditimbulkan dari bergaul dengan Devadatta. Saat itu pula, Raja Ajatasattu tidak percaya lagi dengan Devadatta. Ajatasattu berusaha untuk mengimbangi kejahatan dengan memupuk keyakinannya terhadap Triratna. Ia senantiasa menyokong kebutuhan hidup para bhikkhu. Raja Ajatasattu memberikan andil yang sangat berharga dalam Sidang Agung Sangha (Sanghayana) pertama di Rajagaha untuk menghimpun dan merangkum ajaran murni Buddha. Selain itu, Raja Ajatasattu juga membangun sebuah stupa untuk menyimpan peninggalan jasmani Buddha.

Pada akhir hidupnya, akibat kejahatan yang dilakukannya, Raja Ajatasattu mati dibunuh oleh putranya sendiri dan terlahir di alam Neraka selama 60.000 tahun. Kelak Raja Ajatasattu pun berhasil meraih Pembebasan Sejati sebagai Pacceka Buddha bernama Viditavisesa.