Setiap orang pasti pernah
mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupannya. Namun, kadang kesulitan itu membuat seseorang putus
asa, kecewa, marah, dan bingung, stres, panik, dan sikap negatif lainnya. Hal ini sering
terjadi pada kebanyakan mereka yang
hidupnya jauh dari tuntunan Dhamma.
Jauhnya mereka dari tuntunan Dhamma
menyebabkan mereka gampang gelisah, tegang, dan marah. Mereka menjalani
kehidupan ini dengan beban masalah dan tekanan batin yang berat, sehingga
menjauhkan mereka dari kebahagiaan hidup.
Padahal
sesungguhnya
sebagaimana kata bijak, setelah lapar pasti kenyang, sesudah dahaga ada kesejukan,
setelah sakit ada sembuh, yang
penting
berusaha sungguh-sungguh untuk
menemukan jalannya. Lihatlah para petualang disebuah gua yang gelap, setelah berjalan
kesana kemari pada akhirnya melihat setitik lubang cahaya. Beri
kabar gembiralah bagi malam yang gelap, bahwa esok lusa akan ada fajar dari
puncak gunung, dan celah-celah lembah.
Semua itu karena setiap ada
muara ada hulunya atau sebaliknya. Ada ujung ada pangkalnya, ada kesulitan
pasti setelah itu ada kemudahan.
Bila kita melihat tali itu kuat
dan sambung menyambung, lihatlah suatu saat pasti akan terputus juga. Dibalik tekanan, pasti ada kelunggaran dan kebahagiaan. Di dalam
ketakutan, akan disertai rasa aman. Dalam kegoncangan, setelah itu pasti angin
itupun tenang kembali. Ombak
menderu-deru, tidak selamanya ia bergejolak terus, pasti ada masa tenangnya.
Begitulah rahasia hidup di dunia ini. Tidak ada
kesusahan yang terus menerus. Sebagaimana tidak ada kesenangan yang abadi.
Semua akan datang silih berganti. Maka tidak semestinya seorang merasa putus
asa ketika kesulitan menerpa, karena setelah itu kemudahan pasti akan
menggantikannya.
Menurut Buddha, sifat dari
setiap hal yang terkondisi adalah muncul, terurai, dan berlalu dalam proses
yang tak berkesudahan. Segala sesuatu yang terkondisi terkena perubahan tiada
akhir dan tak memuaskan (dukkha). Hal ini terus dialami oleh semua makhluk yang
menderita yang percaya akan suatu sosok permanen atau yang disebut jiwa.
Kepercayaan ini memunculkan nafsu mementingkan diri yang tidak akan pernah
terpuaskan, sehingga membawa pada rasa takut dan cemas.
Buddha meletakkan dasar pemahaman ini pada ajarannya ketika Beliau menyatakan bahwa biarpun ada penderitaan dan ketidak ada pastian dalam kehidupan, adalah memungkinkan bagi manusia untuk mengalami kebahagiaan secara mutlak maupun sementara jika kita belajar membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Untuk melakukan hal ini, kita pertama-tama harus memiliki Pandangan Benar, yang berarti bahwa kita harus mengenali sifat keberadaan dan kesenangan indrawi yang tidak memuaskan, serta untuk mengarahkan hidup kita dengan cara yang tepat untuk mencapai akhir dari ketidakpastian dan ketidakpuasan.
Semoga Bermanfaat