Sebuah perusahaan melakukan tes terhadap 3 calon staf penjual
barunya. Tesnya unik, yaitu: menjual sisir di kompleks Vihara Shaolin. Tentu saja, ini cukup unik karena
para biksu di sana semuanya gundul dan tak butuh sisir.
Kesulitan ini juga yang membuat calon pertama hanya mampu menjual 1 sisir. Itupun
karena belas kasihan seorang biksu yang iba melihatnya. Tapi, tidak dengan calon kedua. Ia berhasil menjual 10 sisir, ia tidak menawarkan kepada para biksu, tetapi kepada para turis yang ada di kompleks itu, mengingat
angin di sana memang besar sehingga sering membuat rambut jadi acak-acakan.
Lalu bagaimana dengan calon ketiga, Ia
berhasil menjual 500 sisir. Caranya, dengan menemui kepala Vihara, lalu meyakinkan bahwa sisir ini bisa jadi suvenir bagus
jika kepala Vihara
bisa membubuhkan tanda tangan di atas sisir-sisir ini dan menjadikannya suvenir para turis
untuk kompleks Vihara tersebut. Sang kepala Vihara pun setuju.
Apa yang sering orang anggap sebagai penghambat terbesar karier mereka adalah
keadaan. Banyak orang
seringkali menyalahkan keadaan dan inilah yang membuat calon pertama gagal.
Sementara calon kedua, sudah berani berpikir lebih
jauh dengan melihat celah pada keadaan yang tidak memungkinkan. Tetapi ia masih terpaku pada fungsi
sisir yang
hanya sebagai alat merapikan rambut. Berbeda dengan calon ketiga, ia tidak hanya berani berpikir bahwa
sisir bukan hanya alat merapikan rambut, melainkan bisa menjadi suvenir
sehingga menjadi benda yang bernilai lebih.
Pesan moral yang ada pada cerita
ini adalah kita tidak bisa mengatur situasi seperti yang kita kehendaki. Tetapi, kita bisa
mengerahkan daya kemampuan, imajinasi, dan kreativitas kita untuk mencari solusi.
Seringkali hambatan merupakan titik kecil yang menghalangi mata kita, sehingga
kita tdk bisa melihat bangunan yang besar di depan kita yang merupakan cita-cita atau solusi yang kita tuju. Mari kita berpikir keluar dari zona
nyaman, berjalan terus dan bersahabat dengan masalah dan tantangan, dengan kreativitas dan selalu berubah dan
dibaharui.
Dhammapada, Syair 208: dhīrañca paññañca bahussutañca, dhorayhasīlaṃ vatavantamariyaṃ;
taṃ tādisaṃ sappurisaṃ sumedhaṃ, bhajetha nakkhattapathaṃva candimā.
Artinya: ikutilah orang yang pandai, bijaksana, terpelajar, tekun,
patuh dan mulia; hendaklah engkau selalu dekat dengan orang yang bajik dan
pandai seperti itu, bagaikan bulan mengikuti peredaran bintang.