Buddha mangajarkan ajarannya dengan tujuan agar yang mempelajarinya
terbebas dari penderitaan mencapai kebahagian tertinggi yaitu Nibbana. Sebagaimana
motivasi awal yang tercatat dalam Riwayat Buddha Gotama, Sidharta sebelum
menjadi pertapa dan akhirnya mejadi Buddha kerena melihat empat peristiwa yang
membuatnya bertekad mencari obat agar terhindar dari emapt peristiwa atau
penderitaan dimaksud. Setelah Mencapai kebuddhaan Buddha mengajarkan Dhammanya
selama 45 Tahun yang termuat dalam Tripitaka yaitu Vinaya, Sutta, dan Abhiddhama.
Dengan begitu luas, mendalam, sistematik namun ketika disarikan sebenarnya
hanya tiga yaitu sebagaimana kita kenal dalam Inti Sari Ajaran Agama Buddha.
Intisari Ajaran Agama Buddha adalah :
Tidak berbuat Jahat
Tidak berbuat kejahatan yang
berarti tidak melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri maupun
orang lain. Kriteria tentang baik dan buruk sesuai ajaran Buddha ialah apa yang
tidak bermanfaat dan
merugikan diri sendiri juga atau
orang lain. Untuk memutuskan apakah suatu perbuatan benar atau salah, baik atau
buruk, tepat atau tidak tepat dikerjakan, kita harus memeriksanya apakah ia
melepaskan atau sebaliknya membawa keterikatan pada hawa nafsu.
Yang dilakukan baik
melalui jasmani, ucapan atau pikiran, yang dapat mengakibatkan kerugian
atau menyakitkan bagi diri sendiri, atau pihak lain, perbuatan demikian tidak boleh dilakukan (Majjhima
Nikaya.I,415-419).
Dalam terminologi Buddhis, tidak
berbuat kejahatan berarti melaksanakan moralitas (sila) yaitu menjunjung tinggi
tata tertib atau peraturan-peraturan kedisiplinan atau etika. Ada lima sila
(Pancasila Buddhis) yang dianjurkan untuk dipraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Kelima sila tersebut, yaitu: 1)
tidak melakukan pembunuhan, 2) tidak melakukan pencurian, 3) tidak melakukan
pelanggaran seksual, 4) tidak melakukan kebohongan, dan 5) tidak mengonsumsi
minuman keras.
Di samping lima sila dasar ini,
Buddha juga mengajarkan bahwa umat awam hendaknya menaati delapan sila yaitu Atthasila.
Kedelapan sila atau peraturan ini dilaksanakan pada tanggal-tanggal tertentu
berdasarkan tarikh lunar (1, 8, 15, 23), atau dilaksanakan kira-kira satu hari
dalam satu minggu. Lebih jauh lagi bagi umat Buddha, tidak berbuat kejahatan di
sini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu melalui perbuatan, ucapan, dan pikiran.
Berbuatlah Kebajikan atau Tambahlah Kebajikan
Berbuatlah Kebajikan atau tambahlah kebajikan yang dimulai oleh
diri seseorang yang dilakukan
melalui ucapan, perbuatan, dan pikiran. Melalui ucapan dengan menyampaikan ide,
gagasan, pendapat, pencerahan yang membuat orang lain terbantu. Melalui perbuatan
seperti membatu orang yang membutuhkan dengan sumbangan tenaga. Melalui pikiran
yaitu niat yang baik dengan selalu mengharapkan orang lain mencintai dan
mengasihi sesama, dan ikut berbahagia atas keberhasilan atau kebahagiaan orang
lain.
Dalam Dhammapada 53, Buddha
bersabda bahwa dari setumpuk bunga dapat dibuat banyak karangan bunga. Demikian
pula, dengan terlahir sebagai manusia ada banyak jenis perbuatan baik yang
dapat dilakukan. Di dalam ajaran Buddha, jenis-jenis perbuatan baik itu
dirangkum dalam sepuluh jenis, yaitu: Bermurah hati (Dana), Mengendalikan diri
(Sila, Bermeditasi (Bhavana), Menghormat (Apacayana), Melayani (Veyyavaca), Melimpahkan
jasa (Pattidana), Berbahagia atas jasa pihak lain (Pattanumodana), Mendengarkan
Dharma (Dhammasavana), Mengajarkan Dharma (Dhammadesana), Meluruskan pandangan
salah (Ditthujukamma).
Sucikan Hati Dan Pikiran
Sucikan Hati dan Pikiran adalah
satu-satunya ajaran yang tidak hanya berakhir pada menghindari kejahatan dan
melakukan kebajikan, tetapi juga mengajarkan pemurnian pikiran. Pikiran
merupakan akar dari semua kejahatan dan kebajikan, dan yang menjadi sebab dari
penderitaan maupun kebahagiaan sejati. Dalam agama Buddha, kebajikan saja
tidaklah cukup. Kebajikan harus disertai dengan kebijaksanaan untuk dapat
membawa kita menuju tujuan tertinggi: Nibbana, kedamaian, kebebasan sejati.
Kebijaksanaan dimaksud berarti tahu
saat yang tepat dan bagaimana melakukan kebajikan itu. Tanpa kebijaksanaan kita
bagaikan seekor burung yang salah satu sayapnya patah. Tanpa kebijaksanaan kita
hanya akan menjadi orang baik hati yang tidak pas. Kebijaksanaan dihasilkan oleh pengalaman, penalaran dan
pengetahuan. Kebijaksanaan ini merupakan dasar dari perkembangan mental, moral,
spiritual dan intelektual seseorang. Kebijaksanaan muncul bukan hanya
didasarkan pada teori tetapi yang paling penting adalah dari pengalaman dan
penghayatan ajaran Buddha. Kebijaksanaan berkaitan erat dengan apa yang harus
dilakukan dan apa yang tidak perlu dilakukan.
Singkatnya, kita mengetahui dan
mengerti tentang masalah yang dihadapi, penyebab timbulnya masalah, masalah itu
dapat dilenyapkan, dan cara untuk melenyapkan masalah tersebut. Secara garis
besar, kebijaksanaan dapat timbul karena tiga hal, yaitu melalui belajar,
melalui berpikir atau menyelidiki, dan melalui meditasi (bhavana).
Intisari ajaran agama Buddha adalah jangan berbuat jahat, tambahlah kebajikan, sucikan hati dan pikiran. Demikian intisari ajaran agama Buddha, semoga bermanfaat.