Subscribe Us

Selamat Datang Di Dharmaduta Inspiratif : https://www.damaduta.net

Intisari Ajaran Agama Buddha

Buddha mangajarkan ajarannya dengan tujuan agar yang mempelajarinya terbebas dari penderitaan mencapai kebahagian tertinggi yaitu Nibbana. Sebagaimana motivasi awal yang tercatat dalam Riwayat Buddha Gotama, Sidharta sebelum menjadi pertapa dan akhirnya mejadi Buddha kerena melihat empat peristiwa yang membuatnya bertekad mencari obat agar terhindar dari emapt peristiwa atau penderitaan dimaksud. Setelah Mencapai kebuddhaan Buddha mengajarkan Dhammanya selama 45 Tahun yang termuat dalam Tripitaka yaitu Vinaya, Sutta, dan Abhiddhama. Dengan begitu luas, mendalam, sistematik namun ketika disarikan sebenarnya hanya tiga yaitu sebagaimana kita kenal dalam Inti Sari Ajaran Agama Buddha.

Intisari Ajaran Agama Buddha adalah :

Tidak berbuat Jahat

Tidak berbuat kejahatan yang berarti tidak melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Kriteria tentang baik dan buruk sesuai ajaran Buddha ialah apa yang tidak bermanfaat dan merugikan diri sendiri juga atau orang lain. Untuk memutuskan apakah suatu perbuatan benar atau salah, baik atau buruk, tepat atau tidak tepat dikerjakan, kita harus memeriksanya apakah ia melepaskan atau sebaliknya membawa keterikatan pada hawa nafsu.

Yang dilakukan baik melalui jasmani, ucapan atau pikiran, yang dapat mengakibatkan kerugian atau menyakitkan bagi diri sendiri, atau pihak lain, perbuatan demikian tidak boleh dilakukan (Majjhima Nikaya.I,415-419).

Dalam terminologi Buddhis, tidak berbuat kejahatan berarti melaksanakan moralitas (sila) yaitu menjunjung tinggi tata tertib atau peraturan-peraturan kedisiplinan atau etika. Ada lima sila (Pancasila Buddhis) yang dianjurkan untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kelima sila tersebut, yaitu: 1) tidak melakukan pembunuhan, 2) tidak melakukan pencurian, 3) tidak melakukan pelanggaran seksual, 4) tidak melakukan kebohongan, dan 5) tidak mengonsumsi minuman keras.

Di samping lima sila dasar ini, Buddha juga mengajarkan bahwa umat awam hendaknya menaati delapan sila yaitu Atthasila. Kedelapan sila atau peraturan ini dilaksanakan pada tanggal-tanggal tertentu berdasarkan tarikh lunar (1, 8, 15, 23), atau dilaksanakan kira-kira satu hari dalam satu minggu. Lebih jauh lagi bagi umat Buddha, tidak berbuat kejahatan di sini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu melalui perbuatan, ucapan, dan pikiran.

Berbuatlah Kebajikan atau Tambahlah Kebajikan

Berbuatlah Kebajikan atau tambahlah kebajikan yang dimulai oleh diri seseorang yang dilakukan melalui ucapan, perbuatan, dan pikiran. Melalui ucapan dengan menyampaikan ide, gagasan, pendapat, pencerahan yang membuat orang lain terbantu. Melalui perbuatan seperti membatu orang yang membutuhkan dengan sumbangan tenaga. Melalui pikiran yaitu niat yang baik dengan selalu mengharapkan orang lain mencintai dan mengasihi sesama, dan ikut berbahagia atas keberhasilan atau kebahagiaan orang lain.

Dalam Dhammapada 53, Buddha bersabda bahwa dari setumpuk bunga dapat dibuat banyak karangan bunga. Demikian pula, dengan terlahir sebagai manusia ada banyak jenis perbuatan baik yang dapat dilakukan. Di dalam ajaran Buddha, jenis-jenis perbuatan baik itu dirangkum dalam sepuluh jenis, yaitu: Bermurah hati (Dana), Mengendalikan diri (Sila, Bermeditasi (Bhavana), Menghormat (Apacayana), Melayani (Veyyavaca), Melimpahkan jasa (Pattidana), Berbahagia atas jasa pihak lain (Pattanumodana), Mendengarkan Dharma (Dhammasavana), Mengajarkan Dharma (Dhammadesana), Meluruskan pandangan salah (Ditthujukamma).

Sucikan Hati Dan Pikiran

Sucikan Hati dan Pikiran adalah satu-satunya ajaran yang tidak hanya berakhir pada menghindari kejahatan dan melakukan kebajikan, tetapi juga mengajarkan pemurnian pikiran. Pikiran merupakan akar dari semua kejahatan dan kebajikan, dan yang menjadi sebab dari penderitaan maupun kebahagiaan sejati. Dalam agama Buddha, kebajikan saja tidaklah cukup. Kebajikan harus disertai dengan kebijaksanaan untuk dapat membawa kita menuju tujuan tertinggi: Nibbana, kedamaian, kebebasan sejati.

Kebijaksanaan dimaksud berarti tahu saat yang tepat dan bagaimana melakukan kebajikan itu. Tanpa kebijaksanaan kita bagaikan seekor burung yang salah satu sayapnya patah. Tanpa kebijaksanaan kita hanya akan menjadi orang baik hati yang tidak pas. Kebijaksanaan dihasilkan oleh pengalaman, penalaran dan pengetahuan. Kebijaksanaan ini merupakan dasar dari perkembangan mental, moral, spiritual dan intelektual seseorang. Kebijaksanaan muncul bukan hanya didasarkan pada teori tetapi yang paling penting adalah dari pengalaman dan penghayatan ajaran Buddha. Kebijaksanaan berkaitan erat dengan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak perlu dilakukan.

Singkatnya, kita mengetahui dan mengerti tentang masalah yang dihadapi, penyebab timbulnya masalah, masalah itu dapat dilenyapkan, dan cara untuk melenyapkan masalah tersebut. Secara garis besar, kebijaksanaan dapat timbul karena tiga hal, yaitu melalui belajar, melalui berpikir atau menyelidiki, dan melalui meditasi (bhavana).

Intisari ajaran agama Buddha adalah jangan berbuat jahat, tambahlah kebajikan, sucikan hati dan pikiran. Demikian intisari ajaran agama Buddha, semoga bermanfaat.