Subscribe Us

Selamat Datang Di Dharmaduta Inspiratif : https://www.damaduta.net

Ingin Tahu Paticcasamuppada Baca Disini

Sebab musabab yang saling bergantungan atau Paticcasamuppada merupakan pokok dasar ajaran agama Buddha. Doktrin yang terkandung dalam ajaran ini sangat dalam, rumit dan luas, sehinggga kita tidak membahasnya secara rincian. Terkait ajaran ini sebagaimana dalam Maha Hatthipadopama Sutta Majjhima Nikaya 28 Sang Buddha bersabda "Mereka yang melihat Paticcasamuppada, juga melihat Dhamma. Mereka yang melihat Dhamma, juga melihat Paticcasamuppada.” Dalam sutta yang lain disebutkan juga: "Mereka yang melihat Dhamma melihat Buddha, mereka yang melihat Buddha melihat Dhamma." Dari sutta ini jelas bahwa ajaran tentang Paticcasamuppada ini sangat erat sekali kaitannya dengan Dharma secara utuh.

Sebagaimana juga terdapat dalam Mahanidana Sutta, Bhikkhu Ananda setelah mendengarkan paticcasamuppada menyatakan kepada Sang Buddha: "Sungguh dalam paticcasamuppada ini. Sebab musabab yang saling bergantung ini yang muncul dan padam saling terkait, dan tergantung mengkondisikan segala sesuatu ini. Sungguh dalam, sungguh halus. Tapi setelah saya melihatnya, Dhamma tersebut ternyata sangat sederhana." Atas pernyataan Bhikkhu Ananda ini, Sang Buddha menyatakan: "Janganlah berkata demikian Ananda, janganlah berkata demikian. Karena Paticcasamuppada ini demikian dalam, demikian halus, sulit untuk dipahami oleh mereka yang kekotoran batinnya masih tebal.” Paticcasamuppada adalah suatu ajaran yang menyatakan adanya sebab akibat yang terjadi dalam kehidupan semua makhluk, khususnya manusia. Hukum ini menekankan suatu prinsip penting bahwa semua fenomena di alam semesta ini merupakan keadaan relatif yang terkondisi dan tidak bisa muncul dengan sendirinya tanpa kondisi-kondisi yang mendukungnya. Sebagai contoh; lampu bisa menyala karena adanya aliran listrik yang mengalir melalui kabel ke dalam lampu tersebut. Artinya segala sesuatu itu tidak berdiri sendiri tetapi ada karena adanya unsur lain. Sebagaimana petapa Gotama akhirnya mencapai Penerangan Sempurna menjadi Buddha dengan menganalisa dan merenungkan Paticcasamuppada.

Dari sisi Buddha Dharma kita diajarkan untuk melihat bahwa segala sesuatu itu ada sebab musababnya bukan dengan tiba-tiba atau kebetulan atau takdir. Semua sebab penderitaan dalam kehidupan ini karena kita dilahirkan. Kalau sudah lahir, suatu saat kita akan mengalami sakit, tua dan mati. Mengapa ada kelahiran. Karena ada dorongan yang menimbulkan kekuatan kelahiran yaitu dorongan perbuatan atau karma. Mengapa ada perbuatan. Karena ada kemelekatan untuk melakukan hal-hal tersebut atau merealisasikan apa yang kita lekati. Mengapa ada kemelekatan. Karena ada keinginan. Kalau ada sesuatu yang kita inginkan maka timbul satu keinginan yang kuat, hasrat rendah atau nafsu. Begitu tercapai, ingin lagi, ingin lagi. Itu yang menimbulkan kemelekatan. Mengapa timbul keinginan. Karena ada perasaan, dari perasaan timbul keinginan terhadap sesuatu. Perasaan muncul karena adanya kontak. Mengapa ada kontak. Karena indera. Kita mempunyai indera karena kita mempunyai batin dan jasmani. Mengapa ada batin dan jasmani. Karena ada kesadaran yang membentuk batin dan jasmani, salah satunya adalah kesadaran tumimbal lahir. Mengapa bisa muncul kesadaran yang menyebabkan tumimbal lahir. Karena adanya perbuatan atau karma. Mengapa muncul kamma. Karena akibat dari ketidaktahuan (avijja) maka kita melakukan ini dan itu. Jika diurut, sebab menimbulkan akibat, akibat mengkondisikan untuk akibat yang selenjutnya, sebab akibat menjadi sumber dari sebab berikutnya, maka semuanya ada 12 mata rantai sebab-musabab yang dikenal dengan nidana adalam agama Buddha.

Keduabelas mata rantai itu diuraikan demikian detil oleh Sang Buddha, sehingga Sang Buddha memahami bahwa itu adalah uraian yang sangat halus. Begitu halus dan sungguh sulit untuk menguraikan dan membabarkan paticcasamuppada, maka dibuatlah simbol-simbol atau gambar-gambar untuk memudahkan memehaminya.

Prinsip umum Paticcasamuppada terdapat dalam Samyuttanikaya II,28 yaitu: “dengan timbulnya ini maka timbullah itu, dengan adanya ini maka adalah itu, dengan padamnya ini maka padamlah itu, dengan tidak adanya ini maka itupun tidak ada. Apabila empat kalimat ini berkurang satu saja, maka rumusan paticcasamuppada menjadi tidak lengkap dan salah.

Dua belas faktor Paticcasamuppada ini di uraikan dalam Paticcasamuppadavibhanga Sutta; Samyutta Nikaya 12.2 (S 2.1): Dari ketidaktahuan (avijja) sebagai kondisi penyebab maka muncullah bentuk-bentuk perbuatan/kamma (sankhara). Dari bentuk-bentuk perbuatan/kamma (sankhara) sebagai kondisi penyebab maka muncullah kesadaran (vinnana). Dari kesadaran (vinnana) sebagai kondisi penyebab maka muncullah batin dan jasmani (nama-rupa). Dari batin dan jasmani (nama-rupa) sebagai konsisi penyebab maka muncullah enam indera (salayatana). Dari enam indera (salayatana) sebagai kondisi penyebab maka muncullah kesan-kesan (phassa). Dari kesan-kesan (phassa) sebagai kondisi penyebab maka muncullah perasaan (vedana). Dari perasaan (vedana) sebagai konsisi penyebab maka muncullah keinginan/kehausan (tanha). Dari keinginan/kehausan (tanha) sebagai kondisi penyebab maka muncullah kemelekatan (upadana). Dari kemelekatan (upadana) sebagai kondisi penyebab maka muncullah proses kelahiran kembali (bhava). Dari proses kelahiran kembali (bhava) sebagai kondisi penyebab maka muncullah kelahiran kembali (jati). Dari kelahiran kembali (jati) sebagai kondisi penyebab maka muncullah kelapukan dan kematian, duka cita, sakit, kesusahan dan keputus-asaan (jaramaranang).

Dari 12 sebab musabab yang saling bergantungan dalam Paticcasamuppada dapat dijelaskan masing-masing sebagi berikut:

Avijja (ketidaktahuan) artinya tidak mengetahui kebenaran dan hakekat sesungguhnya segala sesuatu. Hakekat sesungguhnya bahwa batin dan jasmani itu dicengkeram oleh anicca, dukkha, dan anatta yang timbul dan padam dengan sebab akibat yang saling bergantungan. Karena tidak berpengetahuan, penganut duniawi yang tidak terbimbing memiliki pandangan yang keliru. Ia menganggap yang tidak kekal sebagai suatu yang kekal, yang menyakitkan sebagai kesenangan, yang bukan roh sebagai roh, yang bukan Tuhan sebagai Tuhan, yang tidak murni sebagai kemurnian, yang tidak nyata sebagai kenyataan. Lebih jauh lagi, avijja adalah tidak memahami lima agregat kehidupan (panca khanda), atau batin dan jasmani.

Secara singkat ia tidak mengetahui Paticcasamuppada. Ketidaktahuan atau kegelapan batin adalah salah satu akar penyebab seluruh kekotoran batin, seluruh perbuatan jahat (akusala). Semua pikiran jahat merupakan akibat dari kebodohan. Jika tidak ada kebodohan maka perbuatan jahat, baik melalui pikiran, ucapan ataupun tindakan jasmani tidak akan dilakukan. Itulah sebabnya ketidaktahuan disebutkan sebagai mata rantai pertama dari 12 mata rantai Paticcasamuppada.

Sankhara (Perbuatan) diibaratkan dengan seseorang yang membuat roti. Ada roti yang sedang dalam proses pembuatan, ada yang masih berupa bahan-bahan roti, ada juga yang sudah selesai dikerjakan menjadi roti. Membuat roti itu ibarat melakukan sesuatu. Ada yang sudah jadi roti; sudah jadi roti artinya karmanya sudah berbuah dan ada roti yang sedang dalam proses pembuatan yang belum menjadi roti, sementara itu ia terus-menerus membuat roti, karena masih avijja.

Vinanna (Kesadaran) untuk melihat, mendengar, membaui, mengecap, mengalami sentuhan, ataupun menyadari sesuatu. Yang umum dibahas vinnana itu adalah patisandhi vinnana. Karena melakukan nidana kedua, maka mengkondisikan tumimbal lahir. Mengkondisikan ini diibaratkan dengan seekor kera. Kera yang pindah dari pohon yang berdaun kering dan buahnya sudah tidak ada, ke pohon yang baru, yang daunnya masih hijau dan buahnya masih merah. Ini ibarat pohon yang baru tetapi bukan berarti vinanna itu pindah dari badan yang lama ke badan yang baru. Tumimbal lahir ini mengkondisikan nama-rupa.

Nama-Rupa (Batin Dan Jasmani) diibaratkan pria dan wanita. Anggaplah pria ini jasmani dan wanita itu batin dalam suatu perahu. Perahu ini terdiri dari batin dan jasmani. Kemudian batin dan jasmani ini mengkondisikan salayatana.

Salayatana (Enam Landasan Indra) yang diumpamakan dengan sebuah rumah dengan 5 jendela dan satu pintu. Lima landasan adalah fisik dan satu lagi batin. Karena ada 6 landasan indera ini maka mengkondisikan phassa. Phassa (kontak); ibarat wanita dan pria yang mengadakan kontak, maka muncullah perasaan, mengkondisikan vedana.

Vedana (Perasaan) yang muncul dari kontak telinga, hidung, lidah, sentuhan jasmani dan batin, sehingga muncullah tanha.

Tanha (Nafsu Keinginan) ibarat orang yang sedang minum minuman keras, akibatnya mabuk. Nafsu keinginan ini bisa menimbulkan upadana.

Upadana (Kemelekatan) ibarat orang yang sedang mengambil buah. Buah terus diambil walaupun keranjangnya sudah penuh, terus saja mengambil. Karena melekat itulah menimbulkan dorongan melakukan sesuatu, sehingga menimbulkan bhava.

Bhava (Proses Menjadi) kamma bhava/melakukan, inilah yang akan mendorong makhluk menjadi lahir kembali atau jati.

Jati (Kelahiran) karena lahir inilah yang mengkondisikan ketuaan, kematian, keluh kesah, ratap tangis atau jara-marana.

Jara-Marana yaitu ketuaan, kematian, keluh kesah, ratap tangis, dan penyakit yang berarti dukkha.

Di dalam Paticcasamuppada yang rangkaiannya digambarkan sebagai ayam (simbol keserakahan /lobha), ular (simbol kebencian/dosa), dan babi (simbol moha/kebodohan). Ini adalah tiga akar kejahatan yang menyebabkan makhluk-makhluk tumimbal lahir di alam yang menyedihkan.

Nidanna 12 diibaratkan dengan 12 mata rantai. Penjelasan di atas di mulai dari avijja. Apakah sebab pertama itu adalah avijja dan apakah jara-marana penyebab timbulnya avijja? Tidak, tidaklah demikian adanya, itu hanya urusan mengungkapkan perumpamaan dan pada umumnya di dalam penjelasan paticcasamuppada 12 nidanna hanya selesai sampai di situ, dan hal itu bisa menimbulkan pandangan salah, sebab bisa timbul anggapan bahwa? avijja itu adalah awalnya? sehingga avijja dianggap sebagai sebab pertama. Dan itu tidak beda jauh dengan keyakinan lain, ada sebab pertama, cuma namanya bukan avijja.

Ada 3 lingkaran paticcasamuppada: kilesa vatta, kamma vatta, dan vipaka vatta yang terus berputar. Kilesa itu akan mendorong terbentuknya kamma. Kamma akan mendorong, akhirnya memproduksi hasil. Hasil ditanggapi oleh batin kita yang kotor, membentuk kamma lagi, terus berputar. Kilesa dan kamma menimbulkan hasil. Jadi kilesa dan kamma itu sebab akibatnya vipaka, terus kilesa, kamma, upadana, bhava itu sebab lagi, hasil lagi.

Setiap orang yang avijja, pasti ia punya kekotoran batin juga. Avijja pasti joint dengan tanha dan upadana, sankhara pasti ikut serta di dalamnya. Jadi, segala sesuatu yang terjadi sekarang ini adalah hasil kontribusi dari perbuatan masa lampau. Hasil kita yang akan datang merupakan kombinasi dari kamma di masa lampau dan kamma kita di masa sekarang. Jadi kamma kita yang sekarang berkombinasi membentuk hasil berikutnya, di mana vinnana, nama-rupa, salayatana, phasa, dan vedana ini merupakan manifestasi dari kelahiran, kelapukan, dan kematian.

Kesadaran kita muncul padam itu artinya lahir, mati, lahir, mati. Makanya jatijara-marana idem dengan vinanna, nama-rupa, salayatana, phasa, dan vedana. Jadi pada saat yang lampau yang menjadi sebab ada 5 yaitu: avijja, sankhara, tanha, upadana, dan bhava. Menimbulkan hasil sekarang ada lima. Hasil yang sekarang direspon oleh batin kita dengan sebab yang sekarang yang kita lakukan. Sebab sekarang yang kita lakukan ada 5 juga yaitu: tanha, upadana, avijja, sankhara, bhava.

Jika dipilah-pilah, yang memutar roda paticcasamuppada dalam abhidhamma itu ada 4 yaitu: (1) Kamasava, yaitu kekotoran bathin yang menyangkut nafsu indera. Ketika indera kita mengadakan kontak, hal ini menyangkut/berkaitan dengan pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, dan sentuhan dari panca indera. (2) Bhavasava, yaitu kekotoran bathin yang menyangkut eksistensi (keberadaan) atau ingin terlepas dari sesuatu yang tidak menyenangkan. (3) Ditthasava, yaitu kekotoran bathin karena pandangan yang keliru. (4) Avijjasava, yaitu kekotoran dari kegelapan bathin. Dari keempat asava ini muncullah tindakan-tindakan.

Jika kita perhatikan dari rangkaian Paticcasamuppada dalam 12 mata rantai, umumnya sudah langsung muncul perasaan. Ketika kontak dalam kehidupan sehari-hari yaitu kontak terhadap objek-objek indera, hal tersebut mengkondisikan munculnya perasaan; pada saat perasaan itu muncul empat jenis asava yang tadi juga siap muncul. Jadi, dari kontak muncul suatu keinginan yang disebut tanha sehingga muncul tindakan. Secara fisik ia tidak meninggal tetapi secara batin ia terlahir atau jati lahirlah konsep "aku". Jika ia sudah lahir, maka jati-marana muncul; begitu ia tumimbal lahir, batinnya menganggap dirinya sebagai atasan, ia sudah lahir sebagai atasan dalam dirinya. Jika sudah tumimbal lahir secara batin menjadi atasan maka konsekuensinya adalah dukkha, dukkha. Demikianlah singkatnya uraian tentang Paticcasamuppada, semoga bermanfaat.

  merupakan pokok dasar ajaran agama Buddha. Doktrin yang terkandung dalam ajaran ini sangat dalam, rumit dan luas, sehinggga kita tidak membahasnya secara rincian. Terkait ajaran ini sebagaimana dalam Maha Hatthipadopama Sutta Majjhima Nikaya 28 Sang Buddha bersabda "Mereka yang melihat Paticcasamuppada, juga melihat Dhamma. Mereka yang melihat Dhamma, juga melihat Paticcasamuppada.” Dalam sutta yang lain disebutkan juga: "Mereka yang melihat Dhamma melihat Buddha, mereka yang melihat Buddha melihat Dhamma." Dari sutta ini jelas bahwa ajaran tentang Paticcasamuppada ini sangat erat sekali kaitannya dengan Dharma secara utuh.

Sebagaimana juga terdapat dalam Mahanidana Sutta, Bhikkhu Ananda setelah mendengarkan paticcasamuppada menyatakan kepada Sang Buddha: "Sungguh dalam paticcasamuppada ini. Sebab musabab yang saling bergantung ini yang muncul dan padam saling terkait, dan tergantung mengkondisikan segala sesuatu ini. Sungguh dalam, sungguh halus. Tapi setelah saya melihatnya, Dhamma tersebut ternyata sangat sederhana." Atas pernyataan Bhikkhu Ananda ini, Sang Buddha menyatakan: "Janganlah berkata demikian Ananda, janganlah berkata demikian. Karena Paticcasamuppada ini demikian dalam, demikian halus, sulit untuk dipahami oleh mereka yang kekotoran batinnya masih tebal.” Paticcasamuppada adalah suatu ajaran yang menyatakan adanya sebab akibat yang terjadi dalam kehidupan semua makhluk, khususnya manusia. Hukum ini menekankan suatu prinsip penting bahwa semua fenomena di alam semesta ini merupakan keadaan relatif yang terkondisi dan tidak bisa muncul dengan sendirinya tanpa kondisi-kondisi yang mendukungnya. Sebagai contoh; lampu bisa menyala karena adanya aliran listrik yang mengalir melalui kabel ke dalam lampu tersebut. Artinya segala sesuatu itu tidak berdiri sendiri tetapi ada karena adanya unsur lain. Sebagaimana petapa Gotama akhirnya mencapai Penerangan Sempurna menjadi Buddha dengan menganalisa dan merenungkan Paticcasamuppada.

Dari sisi Buddha Dharma kita diajarkan untuk melihat bahwa segala sesuatu itu ada sebab musababnya bukan dengan tiba-tiba atau kebetulan atau takdir. Semua sebab penderitaan dalam kehidupan ini karena kita dilahirkan. Kalau sudah lahir, suatu saat kita akan mengalami sakit, tua dan mati. Mengapa ada kelahiran. Karena ada dorongan yang menimbulkan kekuatan kelahiran yaitu dorongan perbuatan atau karma. Mengapa ada perbuatan. Karena ada kemelekatan untuk melakukan hal-hal tersebut atau merealisasikan apa yang kita lekati. Mengapa ada kemelekatan. Karena ada keinginan. Kalau ada sesuatu yang kita inginkan maka timbul satu keinginan yang kuat, hasrat rendah atau nafsu. Begitu tercapai, ingin lagi, ingin lagi. Itu yang menimbulkan kemelekatan. Mengapa timbul keinginan. Karena ada perasaan, dari perasaan timbul keinginan terhadap sesuatu. Perasaan muncul karena adanya kontak. Mengapa ada kontak. Karena indera. Kita mempunyai indera karena kita mempunyai batin dan jasmani. Mengapa ada batin dan jasmani. Karena ada kesadaran yang membentuk batin dan jasmani, salah satunya adalah kesadaran tumimbal lahir. Mengapa bisa muncul kesadaran yang menyebabkan tumimbal lahir. Karena adanya perbuatan atau karma. Mengapa muncul kamma. Karena akibat dari ketidaktahuan (avijja) maka kita melakukan ini dan itu. Jika diurut, sebab menimbulkan akibat, akibat mengkondisikan untuk akibat yang selenjutnya, sebab akibat menjadi sumber dari sebab berikutnya, maka semuanya ada 12 mata rantai sebab-musabab yang dikenal dengan nidana adalam agama Buddha.

Keduabelas mata rantai itu diuraikan demikian detil oleh Sang Buddha, sehingga Sang Buddha memahami bahwa itu adalah uraian yang sangat halus. Begitu halus dan sungguh sulit untuk menguraikan dan membabarkan paticcasamuppada, maka dibuatlah simbol-simbol atau gambar-gambar untuk memudahkan memehaminya.

Prinsip umum Paticcasamuppada terdapat dalam Samyuttanikaya II,28 yaitu: “dengan timbulnya ini maka timbullah itu, dengan adanya ini maka adalah itu, dengan padamnya ini maka padamlah itu, dengan tidak adanya ini maka itupun tidak ada. Apabila empat kalimat ini berkurang satu saja, maka rumusan paticcasamuppada menjadi tidak lengkap dan salah.

Dua belas faktor Paticcasamuppada ini di uraikan dalam Paticcasamuppadavibhanga Sutta; Samyutta Nikaya 12.2 (S 2.1): Dari ketidaktahuan (avijja) sebagai kondisi penyebab maka muncullah bentuk-bentuk perbuatan/kamma (sankhara). Dari bentuk-bentuk perbuatan/kamma (sankhara) sebagai kondisi penyebab maka muncullah kesadaran (vinnana). Dari kesadaran (vinnana) sebagai kondisi penyebab maka muncullah batin dan jasmani (nama-rupa). Dari batin dan jasmani (nama-rupa) sebagai konsisi penyebab maka muncullah enam indera (salayatana). Dari enam indera (salayatana) sebagai kondisi penyebab maka muncullah kesan-kesan (phassa). Dari kesan-kesan (phassa) sebagai kondisi penyebab maka muncullah perasaan (vedana). Dari perasaan (vedana) sebagai konsisi penyebab maka muncullah keinginan/kehausan (tanha). Dari keinginan/kehausan (tanha) sebagai kondisi penyebab maka muncullah kemelekatan (upadana). Dari kemelekatan (upadana) sebagai kondisi penyebab maka muncullah proses kelahiran kembali (bhava). Dari proses kelahiran kembali (bhava) sebagai kondisi penyebab maka muncullah kelahiran kembali (jati). Dari kelahiran kembali (jati) sebagai kondisi penyebab maka muncullah kelapukan dan kematian, duka cita, sakit, kesusahan dan keputus-asaan (jaramaranang).

Dari 12 sebab musabab yang saling bergantungan dalam Paticcasamuppada dapat dijelaskan masing-masing sebagi berikut:

Avijja (ketidaktahuan) artinya tidak mengetahui kebenaran dan hakekat sesungguhnya segala sesuatu. Hakekat sesungguhnya bahwa batin dan jasmani itu dicengkeram oleh anicca, dukkha, dan anatta yang timbul dan padam dengan sebab akibat yang saling bergantungan. Karena tidak berpengetahuan, penganut duniawi yang tidak terbimbing memiliki pandangan yang keliru. Ia menganggap yang tidak kekal sebagai suatu yang kekal, yang menyakitkan sebagai kesenangan, yang bukan roh sebagai roh, yang bukan Tuhan sebagai Tuhan, yang tidak murni sebagai kemurnian, yang tidak nyata sebagai kenyataan. Lebih jauh lagi, avijja adalah tidak memahami lima agregat kehidupan (panca khanda), atau batin dan jasmani.

Secara singkat ia tidak mengetahui Paticcasamuppada. Ketidaktahuan atau kegelapan batin adalah salah satu akar penyebab seluruh kekotoran batin, seluruh perbuatan jahat (akusala). Semua pikiran jahat merupakan akibat dari kebodohan. Jika tidak ada kebodohan maka perbuatan jahat, baik melalui pikiran, ucapan ataupun tindakan jasmani tidak akan dilakukan. Itulah sebabnya ketidaktahuan disebutkan sebagai mata rantai pertama dari 12 mata rantai Paticcasamuppada.

Sankhara (Perbuatan) diibaratkan dengan seseorang yang membuat roti. Ada roti yang sedang dalam proses pembuatan, ada yang masih berupa bahan-bahan roti, ada juga yang sudah selesai dikerjakan menjadi roti. Membuat roti itu ibarat melakukan sesuatu. Ada yang sudah jadi roti; sudah jadi roti artinya karmanya sudah berbuah dan ada roti yang sedang dalam proses pembuatan yang belum menjadi roti, sementara itu ia terus-menerus membuat roti, karena masih avijja.

Vinanna (Kesadaran) untuk melihat, mendengar, membaui, mengecap, mengalami sentuhan, ataupun menyadari sesuatu. Yang umum dibahas vinnana itu adalah patisandhi vinnana. Karena melakukan nidana kedua, maka mengkondisikan tumimbal lahir. Mengkondisikan ini diibaratkan dengan seekor kera. Kera yang pindah dari pohon yang berdaun kering dan buahnya sudah tidak ada, ke pohon yang baru, yang daunnya masih hijau dan buahnya masih merah. Ini ibarat pohon yang baru tetapi bukan berarti vinanna itu pindah dari badan yang lama ke badan yang baru. Tumimbal lahir ini mengkondisikan nama-rupa.

Nama-Rupa (Batin Dan Jasmani) diibaratkan pria dan wanita. Anggaplah pria ini jasmani dan wanita itu batin dalam suatu perahu. Perahu ini terdiri dari batin dan jasmani. Kemudian batin dan jasmani ini mengkondisikan salayatana.

Salayatana (Enam Landasan Indra) yang diumpamakan dengan sebuah rumah dengan 5 jendela dan satu pintu. Lima landasan adalah fisik dan satu lagi batin. Karena ada 6 landasan indera ini maka mengkondisikan phassa. Phassa (kontak); ibarat wanita dan pria yang mengadakan kontak, maka muncullah perasaan, mengkondisikan vedana.

Vedana (Perasaan) yang muncul dari kontak telinga, hidung, lidah, sentuhan jasmani dan batin, sehingga muncullah tanha.

Tanha (Nafsu Keinginan) ibarat orang yang sedang minum minuman keras, akibatnya mabuk. Nafsu keinginan ini bisa menimbulkan upadana.

Upadana (Kemelekatan) ibarat orang yang sedang mengambil buah. Buah terus diambil walaupun keranjangnya sudah penuh, terus saja mengambil. Karena melekat itulah menimbulkan dorongan melakukan sesuatu, sehingga menimbulkan bhava.

Bhava (Proses Menjadi) kamma bhava/melakukan, inilah yang akan mendorong makhluk menjadi lahir kembali atau jati.

Jati (Kelahiran) karena lahir inilah yang mengkondisikan ketuaan, kematian, keluh kesah, ratap tangis atau jara-marana.

Jara-Marana yaitu ketuaan, kematian, keluh kesah, ratap tangis, dan penyakit yang berarti dukkha.

Di dalam Paticcasamuppada yang rangkaiannya digambarkan sebagai ayam (simbol keserakahan /lobha), ular (simbol kebencian/dosa), dan babi (simbol moha/kebodohan). Ini adalah tiga akar kejahatan yang menyebabkan makhluk-makhluk tumimbal lahir di alam yang menyedihkan.

Nidanna 12 diibaratkan dengan 12 mata rantai. Penjelasan di atas di mulai dari avijja. Apakah sebab pertama itu adalah avijja dan apakah jara-marana penyebab timbulnya avijja? Tidak, tidaklah demikian adanya, itu hanya urusan mengungkapkan perumpamaan dan pada umumnya di dalam penjelasan paticcasamuppada 12 nidanna hanya selesai sampai di situ, dan hal itu bisa menimbulkan pandangan salah, sebab bisa timbul anggapan bahwa? avijja itu adalah awalnya? sehingga avijja dianggap sebagai sebab pertama. Dan itu tidak beda jauh dengan keyakinan lain, ada sebab pertama, cuma namanya bukan avijja.

Ada 3 lingkaran paticcasamuppada: kilesa vatta, kamma vatta, dan vipaka vatta yang terus berputar. Kilesa itu akan mendorong terbentuknya kamma. Kamma akan mendorong, akhirnya memproduksi hasil. Hasil ditanggapi oleh batin kita yang kotor, membentuk kamma lagi, terus berputar. Kilesa dan kamma menimbulkan hasil. Jadi kilesa dan kamma itu sebab akibatnya vipaka, terus kilesa, kamma, upadana, bhava itu sebab lagi, hasil lagi.

Setiap orang yang avijja, pasti ia punya kekotoran batin juga. Avijja pasti joint dengan tanha dan upadana, sankhara pasti ikut serta di dalamnya. Jadi, segala sesuatu yang terjadi sekarang ini adalah hasil kontribusi dari perbuatan masa lampau. Hasil kita yang akan datang merupakan kombinasi dari kamma di masa lampau dan kamma kita di masa sekarang. Jadi kamma kita yang sekarang berkombinasi membentuk hasil berikutnya, di mana vinnana, nama-rupa, salayatana, phasa, dan vedana ini merupakan manifestasi dari kelahiran, kelapukan, dan kematian.

Kesadaran kita muncul padam itu artinya lahir, mati, lahir, mati. Makanya jatijara-marana idem dengan vinanna, nama-rupa, salayatana, phasa, dan vedana. Jadi pada saat yang lampau yang menjadi sebab ada 5 yaitu: avijja, sankhara, tanha, upadana, dan bhava. Menimbulkan hasil sekarang ada lima. Hasil yang sekarang direspon oleh batin kita dengan sebab yang sekarang yang kita lakukan. Sebab sekarang yang kita lakukan ada 5 juga yaitu: tanha, upadana, avijja, sankhara, bhava.

Jika dipilah-pilah, yang memutar roda paticcasamuppada dalam abhidhamma itu ada 4 yaitu: (1) Kamasava, yaitu kekotoran bathin yang menyangkut nafsu indera. Ketika indera kita mengadakan kontak, hal ini menyangkut/berkaitan dengan pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, dan sentuhan dari panca indera. (2) Bhavasava, yaitu kekotoran bathin yang menyangkut eksistensi (keberadaan) atau ingin terlepas dari sesuatu yang tidak menyenangkan. (3) Ditthasava, yaitu kekotoran bathin karena pandangan yang keliru. (4) Avijjasava, yaitu kekotoran dari kegelapan bathin. Dari keempat asava ini muncullah tindakan-tindakan.

Jika kita perhatikan dari rangkaian Paticcasamuppada dalam 12 mata rantai, umumnya sudah langsung muncul perasaan. Ketika kontak dalam kehidupan sehari-hari yaitu kontak terhadap objek-objek indera, hal tersebut mengkondisikan munculnya perasaan; pada saat perasaan itu muncul empat jenis asava yang tadi juga siap muncul. Jadi, dari kontak muncul suatu keinginan yang disebut tanha sehingga muncul tindakan. Secara fisik ia tidak meninggal tetapi secara batin ia terlahir atau jati lahirlah konsep "aku". Jika ia sudah lahir, maka jati-marana muncul; begitu ia tumimbal lahir, batinnya menganggap dirinya sebagai atasan, ia sudah lahir sebagai atasan dalam dirinya. Jika sudah tumimbal lahir secara batin menjadi atasan maka konsekuensinya adalah dukkha, dukkha. Demikianlah singkatnya uraian tentang Paticcasamuppada, semoga bermanfaat.