Disuatu pagi yang cerah, Udin yang berumur 7 tahun dengan ayahnya pergi ke suatu pantai yang tidak jauh dari rumahnya untuk
menghadiri festival layang-layang di sana. Udin sangat senang sekali melihat
langit penuh dengan laying-layang berwarna-warni. Begitu indah pemandangan di
sana. Udin memohon pada ayahnya agar dapat membeli sebuah layang-layang lengkap
dengan benang serta kalengnya untuk menggulung benang layang-layang tersebut.
Segera saja sang ayah membelikannya. Udin dan ayahnya pun langsung menerbangkan
Layang-layang tersebut. Dalam sekejap, layang-layang tersebut menjulang tinggi
di angkasa.
Hati Udin pun bertambah senang. Setelah
bermain beberapa saat, Udin berkata pada ayahnya: “Ayah, tampaknya benang ini
menahan layang-layang tersebut untuk terbang tinggi ya. Kalau seandainya benang
ini kita putuskan, barangkali layang-layang tersebut akan bisa terbang lebih
tinggi lagi. Apakah boleh diputuskan benang ini Ayah?”. Tanpa ragu-ragu dan
tanpa berkata apa-apa lagi, sang Ayah langsung mengambil benang tersebut lalu
memutuskannya.
Pada awalnya layang-layang
tersebut terbang lebih tinggi dari sebelumnya. Udin pun tepuk tangan bahagia…. Akan
tetapi… perlahan namun pasti, layang-layang tersebut turun dan akhirnya
terhempas di laut dan kemudian setelah digoyang ombak beberapa saat,
layang-layang itu pun tenggelam. Udin sungguh terkejut melihat kejadian ini.
Hal ini di luar perkiraannya. Pikirnya
kalau layang-layang tersebut bebas dan tidak tertambat, maka layang-layang
tersebut bisa terbang bahkan bisa menyentuh langit. Tetapi mengapa malahan ia
jatuh?
Sang Ayah yang bijak tersenyum,
“Anakku Udin, Ayah sudah tahu bahwa ini akan terjadi. Tapi Ayah tetap lakukan
agar kamu bisa belajar. Sebab kejadian ini persis seperti hidup kita”. Kata
sang Ayah. “Ayah mengikuti apa yang kamu inginkan agar memutus tali yang
menambat Layang-layang tersebut untuk memberi contoh bahwa ketika layang-layang
itu di udara sendiri, dia tidak akan bertahan lama dan pasti akan jatuh dan
tenggelam tergulung ombak.
Demikian juga kehidupan manusia….
Kehidupan manusia juga seperti sebuah layang-layang. Pada suatu ketinggian
tertentu seseorang bisa jadi berpikir bahwa ia akan bisa terbang lebih tinggi
lagi jika bisa melepaskan diri dari faktor-faktor yang menghambatnya untuk
meraih ambisinya yang lebih tinggi. Prestasinya pasti akan lebih baik jika ia bebas.
Keluarga, Pasangan hidup, Orang
tua, bisa jadi dianggap sebagai faktor-faktor yang menghambatnya untuk bisa
berprestasi lebih baik, terbang di karir yang lebih tinggi. Namun apa yang
terjadi ketika ia putus hubungan dengan keluarga dan semua pihak yang dianggap
menahan dirinya untuk terbang lebih tinggi? Pada awalnya kelihatannya ia
terbang lebih tinggi, tapi setelah itu ia pasti akan jatuh ke laut yang dalam
dan dingin. Tertelan ombak kehidupan yang sangat ganas.
Ingatlah selalu bahwa dikala
hidup kita berada di bawah, keluarga kitalah sesungguhnya yang menarik hingga
kita bisa berada di atas kembali. Mereka kadang harus berlari untuk mengangkat
kita terbang tinggi. Kita seringkali lupa bahwa layang-layang bisa tinggi
karena harus di tarik ulur menunggu hingga angin menerbangkannya. Jadi mereka
bukanlah menghambat melainkan justru memberi dukungan, semangat dan energi
untuk bisa terbang tinggi mencapai mimpi-mimpi kita. Begitu juga hubungan kita
dengan Sanghyang Adi Buddhaya, jangan biarkan tali doa yang menghubungkan kita
putus. Tetaplah terbang tinggi dengan Dhamma sebagai pusat pengendali hidup
kita.
Semoga Bermanfaat