Seperti manusia pada umumnya, Pengeran Siddharta pun berumah tangga. Hal ini membuat Raja Suddhodana merasa tenang dan berharap kelak Ia dapat menjadi penggantinya. Sebelum menemukan pasangan-Nya, Pangeran Siddharta harus terlebih dahulu meyakinkan semua pihak bahwa diri-Nya akan mampu menjadi seorang suami dan kepala keluarga yang baik. Bagaimana kisah selengkapnya? Mari, kita ikuti kisahnya berikut ini.
Lomba Keterampilan (Pertemuan Pertama)
Ketika Pangeran Siddharta tumbuh dewasa, Raja Suddhodana makin khawatir, ramalan petapa Asita dapat menjadi kenyataan. Atas petunjuk para penasihat kerajaan, Raja Suddhodana berniat menikahkan Pangeran Siddharta. Maka, diundanglah putri-putri dari seluruh negeri datang ke istana agar putranya dapat memilih salah satu dari mereka menjadi istrinya.
Para raja, orang tua para putri yang diundang, menolak undangan itu. Mereka menolak karena Pangeran Siddharta dianggap tidak memiliki kemampuan selayaknya seorang kesatria sehingga mereka khawatir putrinya tidak dapat dilindungi oleh Pangeran Siddharta. Mendapat jawaban demikian, Raja Suddhodana merasa tersinggung. Raja menemui Pangeran Siddharta untuk meminta Pangeran Siddharta menunjukkan kemampuannya sebagai seorang kesatria. Kemudian, Raja Suddhodana memutuskan untuk mengadakan perlombaan ketangkasan seorang kesatria yang diikuti oleh seluruh pangeran dari berbagai kerajaan. Lomba yang dipertandingkan ialah balapan kuda, menaklukkan kuda liar, bermain pedang, dan memanah. Di balapan kuda, Pangeran Siddharta menunggangi Kuda Kanthaka dan memenangi pertandingan. Demikian pula dengan lomba menaklukkan kuda liar. Karena kekuatan cinta kasihnya, Pangeran Siddharta mampu memenangi pertandingan. Di permainan pedang, Pangeran Siddharta memenangkan pertandingan. Pangeran juga memenangi lomba menebang pohon dengan sekali tebas.
Dalam pertandingan terakhir, tak seorang pangeran pun yang mampu mengangkat busur panah besar yang disediakan oleh kerajaan. Pangeran Siddharta mampu mengangkat busur itu dengan tangan kiri-Nya. Kemudian, Ia memetik-metik tali busur itu dengan tangan kanan-Nya untuk menyesuaikan. Suara getaran yang ditimbulkan tali busur tersebut begitu kerasnya sehingga gemanya terdengar di seluruh wilayah Kerajaan Kapilavatthu.
Gambar Lomba Yang Diikuti Pengeran Siddharta
Pertanyaan
1. Mengapa Raja Suddhodana mengundang putri-putri dari berbagai kerajaan?
2. Mengapa para raja menolak undangan Raja Suddhodana?
3. Berapa jumlah perlombaan yang diselenggarakan oleh Raja Sudhodana?
4. Dalam lomba apakah Pangeran Siddharta menunggang Kuda Kanthaka?
5. Bagaimana cara Pangeran Siddharta menaklukkan kuda liar?
6. Bagaimana cara Siddharta memenangkan lomba memanah?
Pernikahan Pangeran Siddharta (Pertemuan Kedua)
Perjumpaan Pangeran Siddharta dengan Putri Yasodharā
Pangeran Siddharta berhasil menaklukkan rasa tidak percaya atas diri-Nya oleh para kerabat kerajaan. Semua kerabat kerajaan bergembira dan berseru, “Belum pernah dalam Dinasti Sakya menyaksikan suatu keahlian seperti yang kita saksikan sekarang.” Mereka sangat gembira melihat keberanian dan kekuatan Pangeran yang tiada bandingnya. Akhirnya, para kerabat kerajaan kagum dan tambah percaya terhadap kemampuan Pangeran. Para putri kerajaan pun dikirim untuk mengikuti pesta pemilihan calon permaisuri bagi Pangeran Siddharta.
Di antara putri-putri yang hadir, putri yang paling terkemuka adalah Putri Yasodharā. Putri Yasodharā memiliki nama gadis Bhaddakaccānā. Dia adalah putri Raja Suppabuddha cucu Raja Anjana dari Kerajaan Devadaha. Ibunya bernama Putri Amitta. Yasodharā artinya memiliki reputasi baik dan banyak pengikut. Putri Yasodharā memiliki tubuh yang indah tanpa cacat, kulit keemasan tampak bagaikan patung yang dibalut dengan emas murni. Dia juga memiliki pesona yang tidak tertandingi dalam hal kecantikan dan tingkah laku.
Putri Yasodharā digambarkan seperti bidadari surga (Devaccharā), cahaya tubuhnya dapat menerangi seluruh kamarnya. Dia juga memiliki lima daya tarik kecantikan seorang wanita, yaitu kecantikan tulang, kulit, rambut, daging, dan awet muda. Dia bebas dari enam cacat, yaitu: terlalu hitam atau terlalu putih, terlalu gemuk atau terlalu kurus, terlalu pendek atau terlalu tinggi. Bau harum bagaikan cendana pilihan yang terpancar dari tubuhnya memenuhi udara sekelilingnya, dan mulutnya yang berwarna koral juga memiliki keharuman teratai biru.
Putri Yasodharā adalah perempuan yang unik dan mengalahkan dewi-dewi. Dia menikmati buah kebajikan yang telah dilakukannya di kehidupan lampau yang tidak terhitung banyaknya. Kekuatan karma baik inilah yang membawa Putri Yasodharā memiliki semua jenis kecantikan yang diinginkan para kaum wanita. Putri Yasodharā menjadi seorang perempuan paling sempurna yang memiliki kecantikan tiada bandingnya.
Pernikahan Pangeran Siddharta
Pilihan Pangeran jatuh pada Putri Yasodharā. Pesta pernikahan pun diselenggarakan dengan sangat meriah. Delapan puluh ribu kerabat kerajaan yang dipimpin oleh Raja Suddhodana berkumpul di ruang pertemuan yang besar dan megah untuk merayakan pernikahan Pangeran Siddharta. Perayaan ini dilengkapi dengan dinaikkannya payung putih kerajaan di atas kepalanya yang menandakan secara resmi telah menjadi suami isteri.
Dalam pesta itu, Pangeran Siddharta dikelilingi oleh para wanita cantik dari suku Sakya. Pangeran Siddharta terlihat seperti dewa muda yang dilayani oleh putri-putri dewa bagaikan Sakka, raja para dewa. Para undangan pesta pernikahan dihibur dengan musik-musik indah. Musik dimainkan oleh sekelompok pemain musik perempuan. Pangeran Siddharta hidup berbahagia bersama Putri Yasodharā. Mereka hidup di tengah-tengah kemewahan dan kemuliaan istana yang sebanding dengan seorang raja dan ratu dunia.
Pertanyaan
1. Bagaimana akhir dari perlombaan Pangeran Siddharta?
2. Apa yang membuat para kerabat kerajaan kagum dan bangga pada Pangeran Siddharta?
3. Siapakah Putri Yasodharā?
4. Bagaimana gambaran tentang kecantikan putri Yasodharā?
5. Bagaimana suasana pernikahan Pangeran Siddharta?
6. Apakah artinya cantik?
7. Bagaimana cara menjadi orang cantik lahir dan batin?
8. Bagaimana tanggapanmu jika memiliki kecantikan seperti Putri Yasodharā?
9. Mengapa kita harus memiliki kecantikan batin?
10. Apa pesan moral dari kisah di atas?
Melihat Orang Tua dan Orang Sakit (Pertemuan Ke-Tiga)
Ketika Pangeran Siddharta menginjak usia 29 tahun, suatu hari muncul keinginan-Nya untuk mengunjungi Taman Kerajaan. Beliau memerintahkan kusirnya, “Channa, siapkan kereta. Aku akan berkunjung ke Taman Kerajaan.” “Baiklah,” jawab Channa yang segera menyiapkan kereta. Kereta itu ditarik oleh empat ekor kuda berwarna putih bersih. Kecepatannya bagaikan burung garuda, raja segala burung.
Melihat Orang Tua
Ketika Pangeran sedang berada dalam perjalanan menuju Taman Kerajaan, para Dewa Brahma di alam Suddhavasa berunding, “Waktunya bagi Pangeran Siddharta untuk menjadi Buddha makin dekat. Mari kita perlihatkan pertanda yang akan membuat Pangeran melepaskan keduniawian dan menjadi petapa.” Mereka menyuruh salah satu Dewa Brahma di alam Suddhavasa menyamar sebagai orang tua. Orang tua itu berambut putih, tidak bergigi, punggungnya bungkuk dan berjalan gemetaran menggunakan tongkat. Orang tua itu penjelmaan dewa dan dia tidak dapat dilihat orang lain selain Pangeran Siddharta dan kusirnya.
Saat melihat orang tua, Pangeran bertanya kepada Channa, “Channa, rambut orang itu tidak seperti orang lain, rambutnya semua putih. Badannya juga tidak seperti badan orang lain, giginya tidak ada, badannya kurus kering, punggungnya bungkuk, dan gemetaran. Disebut apakah orang itu?” Channa menjawab, “Yang Mulia, orang seperti itu disebut orang tua.” Pangeran Siddharta belum pernah mendengar kata ‘orang tua’ apalagi melihatnya. Ia bertanya lagi kepada Channa, “Channa, belum pernah Aku melihat yang seperti ini, yang rambutnya putih, tidak bergigi, begitu kurus, dan gemetaran dengan punggung bungkuk. Apakah artinya orang tua?” Channa menjawab, “Yang Mulia, orang yang telah hidup lama disebut orang tua. Orang tersebut hanya memiliki sisa hidup yang pendek.” Pangeran kemudian bertanya, “Channa, bagaimana itu? Apakah Aku juga akan menjadi orang tua? Apakah Aku tidak dapat mengatasi usia tua?” Channa menjawab, “Yang Mulia, semua, termasuk Anda, juga saya, akan mengalami usia tua. Tidak seorang pun yang dapat mengatasi usia tua.” Pangeran berkata, “Channa, jika semua manusia tidak dapat mengatasi usia tua, Aku juga akan mengalami usia tua. Aku tidak ingin lagi pergi ke Taman Kerajaan dan bersenang-senang. Berbaliklah dari tempat ini dan pulang ke istana.” “Baiklah, Yang Mulia,” jawab Channa.
Melihat Orang Sakit
Setelah empat bulan berlalu dalam kemewahan hidup, Pangeran Siddharta pergi lagi mengunjungi Taman Kerajaan. Pangeran Siddharta mengendarai kereta yang ditarik oleh kuda putih seperti sebelumnya. Di perjalanan, Pangeran melihat pertanda yang diciptakan oleh para dewa untuk kedua kalinya. Pangeran melihat orang yang terbaring lemah. Orang itu sangat kesakitan diserang penyakit. Dia hanya dapat duduk dan berbaring jika dibantu oleh orang lain. Dia berbaring lemah di tempat tidurnya dengan ditutupi kotorannya sendiri.
Pangeran bertanya kepada kusirnya, “Channa, mata orang itu tidak seperti mata orang lain, terlihat lemah dan goyah. Suaranya juga tidak seperti orang lain, ia terus-menerus menangis. Tubuhnya juga tidak seperti tubuh orang lain. Terlihat seperti kelelahan. Disebut apakah orang seperti itu?” Channa menjawab, “Yang Mulia, orang seperti itu disebut orang sakit’.” Pangeran Siddharta belum pernah melihat orang sakit sebelumnya, bahkan mendengar kata ‘orang sakit’ saja belum pernah. Dia bertanya lagi kepada kusirnya, “Channa, Aku belum pernah melihat orang seperti itu. Duduk dan berbaring harus dibantu oleh orang lain. Tidur di tumpukan kotorannya sendiri dan terus-menerus menjerit. Apakah orang sakit itu? Jelaskanlah kepada-Ku.” Channa menjawab, “Yang Mulia, orang sakit adalah orang yang tidak mengetahui apakah dia akan sembuh atau tidak dari penyakit yang dideritanya saat ini.” Pangeran bertanya lagi, “Channa, bagaimana ini? Apakah Aku juga bisa sakit? Apakah Aku tidak dapat mengatasi penyakit?” Channa menjawab, “Yang Mulia, kita semua, termasuk Anda juga saya, akan menderita sakit dan tidak seorang pun yang dapat terhindar dari penyakit.” Pangeran berkata, “Channa, jika semua manusia tidak dapat terhindar dari penyakit, Aku juga akan menderita sakit, Aku tidak ingin pergi lagi ke Taman Kerajaan dan bersenang-senang di sana. Berbaliklah dari tempat orang sakit tadi terlihat dan pulang ke istana.” “Baiklah, Yang Mulia,” jawab Channa.
Pertanyaan
1. Pada usia berapa Pangeran Siddharta melihat empat peristiwa?
2. Siapa yang menemani Pangeran Siddharta keluar istana?
3. Apa peristiwa pertama dan kedua yang dilihat Pangeran Siddharta?
4. Siapakah sebenarnya penampakan yang dilihat Pangeran Siddharta?
5. Mengapa Pangeran Siddharta kaget melihat kedua peristiwa itu?
6. Bagaimana perasaanmu jika suatu saat nanti mengalami sakit dan usia tua?
7. Apa hikmah yang dapat dipetik ketika kamu mengalami sakit?
8. Bagaimana cara terbaik yang kamu lakukan untuk menghadapi sakit dan usia tua?
Melihat Orang Mati dan Petapa (Pertemuan Ke-Empat)
Melihat Orang Mati
Setelah empat bulan berlalu dalam kemewahan hidup, Pangeran Siddharta pergi lagi mengunjungi Taman Kerajaan. Pangeran mengendarai kereta yang ditarik oleh kuda putih seperti sebelumnya. Di perjalanan, Pangeran melihat pertanda yang diciptakan oleh para dewa untuk ketiga kalinya. Saat itu, banyak orang berkumpul. Ada tandu jenazah yang berhiaskan kain berwarnawarni. Pangeran bertanya kepada kusirnya, “Channa, mengapa orang-orang ini berkumpul? Mengapa mereka mempersiapkan tandu yang dihias kain berwarna-warni?” Channa menjawab, “Yang Mulia, orang-orang itu berkumpul dan mempersiapkan sebuah tandu karena ada seseorang yang mati.”
Pangeran belum pernah melihat orang mati sebelumnya, bahkan mendengar kata ‘orang mati’ saja belum pernah. Dia bertanya lagi kepada kusirnya, “Channa, jika mereka berkumpul dan mempersiapkan sebuah tandu, antarkan Aku ke tempat orang mati itu.” Si kusir menjawab, “Baiklah, Yang Mulia,” dan mengarahkan keretanya menuju tempat orang mati itu dibaringkan. Ketika Pangeran melihat orang mati itu, Dia bertanya, “Channa, apakah orang mati itu?” Si kusir menjawab, “Yang Mulia, jika seseorang mati, sanak saudaranya tidak akan dapat bertemu dengannya lagi. Dia juga tidak dapat bertemu dengan sanak saudaranya.” Pangeran bertanya lagi, “Channa, bagaimana ini? Apakah Aku juga bisa mati seperti orang itu? Apakah Aku tidak dapat mengatasi kematian? Apakah ayah- Ku, ibu-Ku, dan sanak saudara-Ku tidak dapat bertemu dengan-Ku lagi suatu hari nanti? Apakah Aku juga tidak akan bertemu dengan mereka lagi suatu hari nanti?” Channa menjawab, “Yang Mulia, kita semua, termasuk Anda juga saya, pasti mengalami kematian dan tidak seorang pun yang dapat terhindar dari kematian.” Pangeran berkata, “Channa, jika semua manusia tidak dapat menghindar dari kematian, Aku juga akan mengalami kematian. Aku tidak ingin lagi pergi ke Taman Kerajaan dan bersenang-senang di sana. Berbaliklah dari tempat orang mati ini dan pulang ke istana.” “Baiklah, Yang Mulia,” jawab Channa.
Melihat Petapa
Setelah empat bulan berlalu dalam kemewahan hidup, Pangeran Siddharta pergi lagi mengunjungi Taman Kerajaan. Pangeran mengendarai kereta yang ditarik oleh Kuda Kanthaka seperti sebelumnya. Di perjalanan itu, Pangeran melihat pertanda yang diciptakan oleh para dewa untuk keempat kalinya. Seorang petapa dengan kepala gundul, janggut dicukur dan mengenakan jubah berwarna kulit kayu. Pangeran berkata. “Channa, kepala orang ini tidak seperti kepala orang-orang lain, kepalanya dicukur bersih dan janggutnya juga tidak ada. Pakaiannya juga tidak seperti pakaian orang-orang lain, berwarna seperti kulit kayu. Disebut apakah orang seperti itu?” Channa menjawab, “Yang Mulia, dia adalah Petapa.” Pangeran Siddharta bertanya lagi, “Channa, apakah ‘Petapa’ itu? Jelaskanlah kepada-Ku!” Channa menjawab, “Yang Mulia, petapa adalah seseorang yang berpendapat bahwa lebih baik melatih sepuluh kebajikan. Hal itu dimulai dari kedermawanan, telah melepaskan keduniawian dan mengenakan jubah berwarna kulit kayu. Dia adalah seorang yang berpendapat lebih baik melatih sepuluh perbuatan baik yang sesuai kebenaran, bebas dari noda, suci dan murni. Dia adalah seorang yang berpendapat lebih baik tidak melakukan perbuatan yang dapat menyakiti makhluk lain dan berusaha untuk menyejah-terakan makhluk lain.”
Pertanyaan
1. Apa peristiwa ketiga yang dilihat Pangeran Siddharta?
2. Mengapa Pangeran Siddharta bersedih melihat orang sakit?
3. Peristiwa apa yang paling berkesan sehingga Pangeran Siddharta meninggalkan istana?
4. Apa arti peristiwa orang mati bagi Pangeran Siddharta?
5. Bagaimana cara kita ‘bertapa’ dalam kehidupan sehari-hari?
6. Apa saja empat peristiwa yang dilihat Pangeran Siddharta?
7. Bagaimanakah tindakan Raja Suddhodana terhadap peristiwa tersebut?
8. Siapakah sesungguhnya yang memberikan empat pertanda tersebut?
9. Apa pesan moral cerita di atas?
10. Apakah seorang pelajar perlu bertapa? Jelaskan alasannya.