Subscribe Us

Selamat Datang Di Dharmaduta Inspiratif : https://www.damaduta.net

Materi Pertemuan Kesembilan Kelas Empat

Memberikan pertolongan sejati berarti mampu membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Pertolongan sejati adalah pertolongan yang diberikan secara ikhlas. Setiap orang pasti pernah menerima pertolongan dari orang lain. Menerima pertolongan dari orang lain berarti sedang menerima jasa kebajikan. Bagaimana cara menolong yang benar dan apa manfaatnya? Mari, ikuti pelajaran berikut ini.

Menolong dengan Iklas

Doa Pembuka Belajar
Terpujilah Tuhan Yang Maha Esa, Terpujilah Triratna
Dengan ini saya berdoa:
Semoga saya dapat belajar dengan baik dan benar, untuk menjadi anak
yang pandai dan berbudi luhur.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Sadhu sadhu sadhu.

Ayo, kita duduk hening. Duduklah dengan santai, mata terpejam, kita sadari napas, katakan dalam hati:
“Napas masuk ... aku tahu.”
“Napas keluar ... aku tahu.”
“Napas masuk ... aku tenang.”
“Napas keluar ... aku bahagia.”

Berikut ini adalah pembahasan tentang arti menolong dengan ikhlas. Untuk memahami arti menolong dengan ikhlas, kamu harus berdiskusi. Dalam berdiskusi, kamu akan belajar mengamati, bertanya, mencari informasi, menalar, dan berkomunikasi. Dilanjutkan berlatih mengerjakan soal, belajar bernyanyi, berkomunikasi dengan orang tuamu di rumah dan terakhir mengerjakan tugas bersama temanmu. Apa dan bagaimana arti menolong dengan ikhlas? Mari, pelajari selengkapnya berikut ini.

Kisah Seekor Penyu Raksasa Pada suatu masa, Bodhisattva lahir kembali sebagai seekor penyu raksasa. Tempat tinggalnya di dalam samudra. Pada suatu hari, sebuah perahu besar berlayar di samudra itu dan memuat lima ratus pedagang di dalamnya. Tak lama kemudian, datanglah badai topan yang sangat dahsyat. Topan itu sedemikian hebatnya sehingga perahu itu tenggelam. Lima ratus orang pedagang itu terapung-apung di atas samudra sambil mencengkeram papan-papan kayu atau segala sesuatu dari sisa-sisa kapal yang dapat diraihnya, supaya tidak tenggelam. Harapan akan mendapat pertolongan tidaklah besar. Sebuah perahu pun tidak tampak sama sekali. Makanan dan minuman tidak ada. 

Mereka terancam akan mati kelaparan dan kedinginan. Ketika topan sudah reda dan laut menjadi tenang kembali, Penyu Raksasa menghampiri pedagang-pedagang yang sudah putus asa itu. Disuruhnya mereka naik ke atas punggungnya, sebanyak yang dapat dibawanya dalam setiap perjalanan. Demikianlah Penyu Raksasa berenang-renang pulang-pergi mengangkut pedagang-pedagang sampai orang yang terakhir selamat berada di pantai sebuah pulau. Sudah tentu mereka semua bergembira dan berterima kasih kepada Penyu Raksasa. Sang Penyu Raksasa sangat letih setelah memberikan pertolongan kepada para korban. Ia pun jatuh tertidur di pantai. 

Sementara itu, pedagang-pedagang yang beberapa waktu lamanya terapung-apung di laut tanpa makan dan minum, merasa sangat lapar. Mereka melihat-lihat pulau itu dengan harapan akan mendapat makanan. Tetapi malang bagi mereka sebab pulau itu setengah tandus. Ada beberapa batang pohon kelapa dengan buah yang tidak seberapa banyaknya. Bagi lima ratus perut lapar, buah-buah itu dalam sekejap akan habis dimakan. Mereka berbaring-baring di pantai dengan perut yang makin lama makin melilit-lilit. Dan, seperti ada yang menggerakkan, mereka tertuju kepada Penyu Raksasa dan terus memandang kepadanya tanpa berkedip. Timbul pikiran yang tidaktidak dalam pikiran mereka.

Penyu Raksasa yang sedang tidur seakan-akan merasakan apa yang sedang berkecamuk di dalam pikiran pedagang-pedagang itu. Sang Penyu bangun dari tidurnya. Ia berpikir sejenak dan terbayang dengan jelas tujuannya untuk menjadi Buddha. Kemudian Ia berpikir, “Daripada harus bertahuntahun menjadi penyu, lebih baik jika saya mengorban diri menjadi makanan bagi pedagang-pedagang yang kelaparan”. Maka, Sang Penyu Raksasa pun mengorbankan dirinya untuk dimakan. Para pedagang tertolong olehnya, dan tidak lama kemudian datanglah sebuah perahu yang mengangkut mereka dari pulau itu kembali ke rumahnya masing-masing.

Pesan dan Makna Cerita 

Buddha selalu menolong dengan ikhlas dan tanpa pamrih. Beliau selalu berusaha menolong semua makhluk yang menderita yang dijumpainya. Buddha menolong tanpa mengharapkan pujian. Buddha menolong tanpa mengharapkan hadiah dari orang-orang yang ditolong-Nya. Suatu ketika, Buddha pernah menolong bhikkhu yang sedang sakit parah. Tidak ada satu pun bhikkhu lain mau menolongnya karena jijik. Buddha tanpa rasa jijik menolong dengan cara membersihkan kotorannya dan memberinya obat. Para bhikkhu menjadi malu kepada Buddha. Pertolongan sejati akan ditiru oleh orang lain. Umat Buddha harus meniru pertolongan sejati yang telah dilakukan oleh Buddha tersebut. 

Menolong tanpa pamrih adalah pertolongan sejati, pertolongan yang dilakukan dengan ikhlas. Pertolongan sejati tidak mengharapkan balasan dalam bentuk apa pun. Menolong tanpa pamrih tidak mengharapkan imbalan berupa materi ataupun pujian. Jika menolong masih mengharapkan hadiah atau pujian, berarti itu bukan pertolongan sejati. 

Tolonglah selalu orang yang membutuhkan. Jangan mengharapkan orang membalas pertolongan yang telah dilakukan. Memberi pertolongan juga tidak boleh menyesal. Memberikan pertolongan sejati adalah perbuatan yang mulia. Jika kita memberikan pertolongan sejati, kita telah menjalankan ajaran Buddha.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini. 
1. Apa artinya pertolongan sejati? 
2. Apa yang membuat pertolongan tidak bermanfaat?
3. Mengapa manusia hidup perlu menolong?
4. Mengapa ayah dan ibu disebut penolong sejati?
5. Bagaimana pendapatmu jika orang yang kamu tolong tidak berterima kasih?
6. Bagaimana cara kamu menyadarkan temanmu yang tidak pernah menolong?

Doa Penutup Belajar 
Terpujilah Tuhan Yang Maha Esa, Terpujilah Triratna Terima kasih kepada semua orang yang telah membantuku belajar pada hari ini. Semoga mereka diberkati kesehatan dan kesejahteraan. Semoga ilmu yang kupelajari berguna bagi diriku dan orang lain. 
Semoga semua makhluk hidup berbahagia. Sadhu sadhu sadhu.

Sumber Materi
Pujimin, Suyatno. 2019. "Pendidikan Agama Buddha dan Budi" SD Kelas IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama RI.