Kala merupakan putra
Anathapindika yang selalu menghindar ketika Sang Buddha dan para bhikkhu datang
berkunjung kerumahnya. Anathapindika khawatir jika putranya tetap bersikap
seperti itu, ia akan terlahir kembali di salah satu alam yang rendah yaitu alam
apaya. Ia membujuk putranya dengan menjanjikannya sejumlah uang. Anathapindika
berjanji untuk memberikan sejumlah uang jika putranya berkenan pergi ke vihara
dan berdiam di sana selama sehari pada hari uposatha. Putranya pergi ke vihara
dan pulang kembali pada esok harinya, tanpa mendengarkan khotbah-khotbah.
Ayahnya memberikan nasi kepadanya, tetapi daripada mengambil makanannya, ia
terlebih dahulu menuntut untuk di beri uang.
Pada hari berikutnya, sang ayah
berkata pada putranya, "Putraku, jika kamu mempelajari sebait syair dari
Sang Buddha, saya akan memberimu sejumlah uang yang lebih banyak pada saat kau
kembali".
Kemudian Kala pergi ke vihara dan
mengatakan kepada Sang Buddha bahwa ia ingin mempelajari sesuatu. Sang Buddha
memberikannya sebuah syair pendek untuk dihafal; dalam waktu yang singkat
Beliau merasa bahwa si pemuda tidak mudah mengingatnya. Jadi si pemuda harus
mengulangi satu syair berulangkali. Karena ia harus mengulanginya berulang
kali, pada akhirnya ia mengerti penuh tentang Dhamma dan mencapai tingkat kesucian
sotapatti.
Pagi-pagi sekali pada hari
berikutnya, ia mengikuti Sang Buddha dan para bhikkhu menuju ke rumah orang
tuanya. Tetapi pada hari itu, ia dengan diam-diam berharap, "Saya berharap
ayahku tidak akan memberikan kepadaku sejumlah besar uang pada saat kehadiran
Sang Buddha nanti. Saya tidak berharap Sang Buddha mengetahui bahwa saya
berdiam di vihara hanya demi uang".
Ayahnya memberikan dana makanan
kepada Sang Buddha dan para bhikkhu, dan juga kepadanya. Kemudian, ayahnya
membawa sejumlah besar uang, dan menyuruh Kala untuk mengambil uang tersebut.
Dengan terkejut Kala menolak. Ayahnya memaksa Kala untuk menerima uang itu,
tetapi Kala tetap menolak. Kemudian, Anathapindika berkata kepada Sang Buddha,
"Bhante, putra saya benar-benar berubah; sekarang ia berkelakuan sangat
menyenangkan". Kemudian ia menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana ia
membujuk putranya dengan uang agar putranya berkenan pergi ke vihara dan
berdiam disana pada hari uposatha, serta untuk mempelajari beberapa syair
Dhamma. Sang Buddha menjawab, "Ananthapindika! hari ini, putramu telah
mencapai tingkat kesucian sotapatti, yang lebih baik daripada kekayaan kerajaan
duniawi atau alam para dewa maupun alam para brahma".
Kemudian Sang Buddha membabarkan
syair 178 berikut: Ada yang lebih baik daripada kekuasaan mutlak atas bumi,
dari pada pergi ke surga, atau daripada memerintah seluruh dunia, yakni hasil
kemuliaan dari seorang suci yang telah memenangkan arus sotapatti-phala. Jika
kita adalah siswa Buddha yang melatih dan mengetahui manfaat dari Dharma Ajaran
Buddha, wariskanlah harta tak ternilai ini kepada mereka yang kita sayangi.
Dari cerita dan Dhammapada di
atas memberikan pencerahan kepada kita bahwa kita sebagai siswa Buddha sebaiknya
mewariskan Dharma yang tak ternilai harganya kepada anak-anak yang kita sayangi
dari usia dini. Bila terlanjur sekolah di Sekolah yang tidak mengajarkan
Dharma, usahakan setiap minggu antar ke Sekolah Minggu Buddhis untuk belajar
agama Buddha.
Jika kita sebagai Siswa Buddha
sudah melakukan hal-hal ini, maka tidak ada penyesalan lagi di kemudian hari,
karena kita sudah meletakkan pondasi yang kuat, pondasi Dharma yang cukup kuat
yang merupakan warisan tak ternilai kepada mereka yang kita sayangi. Yang akan
membawa kebaikan kepada mereka dikemudian hari.
Sebagaimana dalam Dhammapada, Syair 169 Dhammañ care sucaritaṁ, na taṁ duccaritaṁ care. Dhammacārī sukhaṁ seti, asmiṁ loke paramhi ca. Jalankanlah praktik hidup yang benar dan janganlah lalai. Barangsiapa yang hidup sesuai dengan Dhamma akan hidup bahagia di dunia ini maupun di dunia berikutnya.